Ruh, akan melangkah dengan sendiri I
-Renung-
Daku takmenulis cakap kuncup hendak mekar
pula tiada senyum bulan tereja, di gemintang
lantah tertanding sayu, kekasih tertatapi
bila senyum, pasrahlah takdir bertaruk
untuk apa cipta payah payah
tak pernah pula luput bosan
esok.. miskin pula jiwa
jadilah segawan wannabe
masih dilingsut pemikiran
ranggung tutur yang kusut
"aku mencintainya"
12 September 2009 jam 8:40
-telatuk dan hujan-
duhai telatuk cintaku
puteri impian di mimpi
tak tampakkan parasmu indah itu
kerudungmu kau tanggal di mendung
juwita...
jangan hadirkan hujan
hatiku telah terbasahi ranggung cerita kita
olok saja,pendar di keningku
manusia hujan.
14 September 2009 jam 10:58
Eda etasan embun dirimbaku
menghadirkan lampau terlampaui
dan kau sebut cerita yang tak layak dietaskan
15 September 2009 jam 15:02
-penyadap kata-
Aku melihatmu menyadap kata di tiang langit
di saat mantra penorehku tumpul oleh kepandiran
inilah waktu yang terkupas
:hasan aspahani
27 September 2009 jam 14:33
-babak bacot-
Selamat malam sayang..
janganlah kembali kau bermuram,aku di sini
rebahkan rindu mu di dada ku
mari sama sama kita eban lara duka
sayang..
ayo,kita bercinta lagi
28 September 2009 jam 10:04
-perjumpaan-
Aku bertulis surat, pada kekasih
sayang, Aku telah berjumpa penyadap kata itu
betapa bahagia
sungguh kesahajaan ku dapati, di tuturnya
di kata katanya kusebut sabda dalam sajak
bukankah telah lama ku impikan itu
mencoba panjati, untuk sampai di tiang langit
oh.. dia bangkitkan puisisasi ku, sungguh
selendangnya madukara bersulam kata mutiara
"inilah, sondi penoreh yang ku lahirkan dari darah dan peluh"
dan dia petiknya waktu yang mengkal, di genggamkannya di tanganku
"waktu ini merah, jadikanlah emas"
(kembali u/ bang H.A) 29 September 2009 jam 12:52
-timbal sajak seekor musang-
;Eko esbe
Hadiah yang kau sembahkan kemarin
ku jadikan tumbal rindu pada sajak
serupa cindai, tenunan menyempurnakan
"kata yang mengawini kata"
pantas kah bersila, menjadi lilin dan dupa sembahan
tuba yang ku guyur di hatimu, telah kau saring dari pahit mu
kau suguh ku segawan anggur
aku tak menggigit hati mu, sungguh
seekor musang yang meracau, Tabik bertempik
29 September 2009 jam 13:18
waktu yang silir
Ada tawa, berceritanya selir selir
ada sedih, tangis mengalir
kaba tualang mengalun,sumilir
ah..,kujadikan saja, silir
03 Oktober 2009 jam 9:33
-sebuah karat-
Djosef R
Takut, ciut!
Di wajah, pucat merambat.
Bila ingat, liang lahat itu gelap!
Roh sekarat menggapai-gapai syahadat, ampun!
Liang lahat itu gelap!
05 Oktober 2009 jam 3:13
-maaf-
Secubit hati mu,ku kebiri
menyubak linang air mata mu
sejumput senyum kau eban!
terserak-kan diparau senja
dimana letak tuah rayu, ku nanti
tak kunjung seka tangismu
selembar maaf ku sajikan
ah.. entahlah, waktu yang mengeja?
12 Oktober 2009 jam 14:14
-Bunda ibu-
Bunda..
aku lebih suka panggilmu Ibu
kembali bimbingku
masih takut mereguk surga
selimuti ku dengan doa
membelai belai, saat radu
Ibu..
tak suka, ku panggil kau Bunda?
14 Oktober 2009 jam 9:25
pengab(di)
Lihat apa yang aku sapu di jalanan itu, bukankah sampah dari bengismu?,rakusmu?
Kau pernah datangiku,meminta minta, sehormat hormatnya! sungguh ibaku memuncak, dalihmu mendalihkan ku. kusuguhkan kau senyum yang begitu ihlas,menyalakan binarmu yang temaram.kita bernyanyi,berdansa,bertawa-tawa,saat itu.Hingga tak tahu seberapa malam telah mengantongi cerita-cerita kita.
namun apa balas? acuhmu seribu acuh,sekini!
Lihatlah,masih pengabdian palsu yang ku sapu?.Masih saja sampah itu menyampahi hati mu, beranak pinak di jiwamu.Sampai kapan kepalsuanmu memalsukan ini semua? ah... sudahlah, aku baru sadar, kau belum tuntas belajar memaknai, miskin hati mu?
15 Oktober 2009 jam 14:46
-jumpa sampai jumpa-
awal jumpa
aku terlena lirikan mata
sekian kali jumpa
aku meringkuk disenyumnya
diahir jumpa
aku kagum akan tulisanya
ah... tetap saja
ku paksa kau ucap, sampai jumpa.
16 Oktober 2009 jam 9:21
-mantra angin-
Angin angin
di belantara
pepohonan memohon
Macan menjadi Kumbang
lindungilah, aku
dari adzabMU
17 Oktober 2009 jam 8:18
-Dupa-
*
aku melihat sang pangeran berjuntai wibawa, itu kataku.
disenyum nya mengalir bahagia,haru
diangkat iya,setinggi kepala
seorang kecil yang turut bahagia,menyalakan bintang
turut pula, laki paruh baya, bertandak bahagia,bersama bintang menyala
tapi aku tak bahagia, aku hanya perajutnya,serajut rajutnya!
oh.. dupa telah dinyalakan,sang putri melambai lambai
kemarilah! kemarilah!,dia menarik dengan mantra
dibisiki nya sang pangeran
"aku akan selalu bahagia disampingmu"
kembali mereka tertawa tawa, menuju peraduan.
oh.. nyalakan dupa, nyalakan cinta, oh.. dupa , oh harta
**
dinda.. aku terasing dan mengasing di sarang walet itu
menagisku semerdu deru, ah ingin kucuri kicau itu
dan kuhiasi kau seanggun purnama.
ah,ini sederhana, sungguh sederhana?
***
ingat malam ini
saat terahir kali, kuhianati rindumu
meruak malam malam, yang dulu ranggung
inilah masaku yang mulai meng-silver,kutancap perih di hatinya,malam?
atau tak perlu kau ingat khianat ini,karena esok ku bersumpah
dan sajak ku mulai bertuah.
***
sudahlah kanda..
tak perlu kau berjuntai nya wibawa
tak perlu kau curi kicau itu
tak perlu kau harumi ku se-asap dupa
kini aku teduh disarangmu
kanda.. kutagih lagi doa,
dari kecupmu.
sbr.kalong 2009
-pagi-
Nyiur selambai, melambai
tersambut fajar, membias jingga
kehidupan meruak, di ricik sungai
pagi yang selalu ku puja
seroja mandi,terbasah-kan embun
menari nari di derap kaki pak tani
oh... sungguh indah nian
kusambuti-mu, pagi
18 Oktober 2009 jam 9:58
-sajak untuk nia-
Aku coba membuat sajak
sebagus mungkin,restu!
untuk penikmat sajak
meski tak kumengerti semua itu!
ini sajak untukmu
para penikmat kata
ku gubah di seribu rindu
yang tumbuh menunas dari cinta
sajak itu ilham?
hedak dicari kemana!
sajak yang ku tunggu,ilham?
ku tulis saja, sampai terlena
ketika telah mengena
aku kembali baca, sajak itu
ah, ini hanya ku buat biasa
mengapa sampai menderu?
seorang teman bertanya
siapa sajak itu?
susah payah kau memikirkan nya
jangan kau kembali tertipu!
tau jawabku?
sajak itu bapak ku
sajak itu rahim ibu
sajak itu nafasku
berlalulah sangka buta
sajak ini untuk Nia
yang menikmati meski tak suka,
mengucap cinta seusai membaca!
20 Oktober 2009 jam 11:00
-banyu biru-
Curai asamu digigir perigi
cipta banyu biru,basahi hati
pesan cita disilam, ranggung berkisai
nasehat bapak tlah ditugalkan
-perepat berbunga gasing-
bermainlah disajak lontara
ku asmai dikau, tembilang senja
masihkah tersaji di dulang,
ketam yang terpanggang lenggang.
mandilah di telaga sembilan
pasanglah bubuh dikalbu
banyu biru,basahi hati.
22 Oktober 2009 jam 8:48
-nine kepada nia-
Dinda..
kenapa kusebut namamu dinda,
karena kau suka panggil ku kanda
Nia..
aku lebih suka sebutmu Nine
tapi di sajak kusebut engkau Nia
lebih mengarti.
Dari panggilanmu, kanda
tercipta seribu bahasa
yang entah berkosa kata atau memperkosa!
menjadikan malam yang hening semakin hening,
kanda..
untuk apa kau ciptkan sajak itu?
untuk bahagiamu, kataku
dan Nia pasrah saja kau ku panggil Nine
katamu itu kejujuran saja, saja kejujuran
dan kau beri alasan, Nia lebih melebur dalam sajak.
ini kanda, Nia tak ku tulis Nine
engkau tersenyum, ciptakan seribu sajakku!
23 Oktober 2009 jam 13:31
-nia tak suka-
kanda..
Nia tak suka
seribu galau yang mencurai
jadi pungkah di tingkah
tidak pula rasa mencurah
sedekat mudah, simbah
Kanda..
Nia tak suka
senyum belah temberang
curi bertampan ditimang.
25 Oktober 2009 jam 17:32
-senja merah-
Senja merah itu kembali belaiku
menghadirkan gerimis yeng melukis wajahmu,dibias!
ah ah.. belaian yang panjang
hingga ku benar benar terlena dan musnah hati
helai demi helai rambut basahmu menyerapi hati
membisiki rindu yang dalam
hingga ku tak tahu sedalam apa nafas ini kuhela
terlalu dalam rindu ini
senja merah itu
yang usapi getir getir
perindu,kau harus rela ditiduri malam
yang akan menusuk nusuk diam
dengan matanya yang tajam
senja merah itu kembali membelaiku
mengajak-ku berdansa
kembali, kembali?
26 Oktober 2009 jam 7:38
-nyanyian pagi-
Aku bernyanyi di pagi buta
mencari minda yang membuatmu luka
ku cari di sudut sudut hampa
masih saja warna tak jingga
pagi yang buta
hanya bisa meraba raba
tubuhku telanjang sempurna
mengajak bercinta
tak sempat kau tolak pintaku
kita telah bersenggama, di rasa
tubuh dinginmu kujilati
aku terlena!
oh.. pagi yang buta
kau menindih ku di kenangan lama
nafasmu,hangat menyengat
gelitik kuduk, menjingkat
aku bernyanyi di pagi buta
mencari lena yang berlena
ku cari di sudut sudut hampa
warna mulai jingga, tak lagi bercinta di pagi buta!
Arjosari.2009
-hanya yang muda berjiwa muda-
Untuk?
Teman teman yang sudah muda
dan teman teman yang berjiwa muda
untuk yang kanak kanakan tak boleh ikut.
sebab warna merah telah pucat oleh manjamu
karena putih sudah lusuh karena tingkahmu
mari bersumpah.
"tak lagi kita lacurkan jiwa pemuda"
salam.. untuk penjiwa muda!
27 Oktober 2009 jam 17:19
-apel merah-
lelaki kecil
tubuh dekil,matanya tercungkil nanar
di balik batu taman rimba
menagis sedu!
apel merah ku..
apel merah ku..
ini apel merah asli
rasanya manis
harga mahal
tak sembarang orang bisa beli
sahabatnya memberi apel merah
sebuah.. binar di cekung mata
esok kau kerjakan tugas Matematik-ku ya?
si kecil cekung angguk tak perduli
hanya pandangi apel merah
di bawanya pulang
di timang timang bak sekepal sayang
mak.. aku pulang
mak.. apel merah
lihatlah.. semerah hati ku mak
perempuan renta menabah di resah
iya anak ku
dari mana kau curi?
tidak mak,kali ini ku tak mencuri
ini ku dapat dari bangsawan
simpanlah mak.. simpanlah!
mm.. apel merah ku
ku bawa kau kemimpi
ku tontonkan pada mimpi
ini apel merah
ku dapat dari bangsawan
pagi pagi lelaki kecil itu terbangun
mandi di kali hati
yang tak lagi hati karena terbiasa
setelah mandi ia merapih diri pakai dasi
berpamit emak dan tentu apel merah
apel merah jaga diri ya
aku hendak menuntut cerita
tak sarapan karena sakit perut jika sarapan
tak bersangu karena saku tak pernah ada
si perempuan tua yang merenta
pandangi si kecil mengecil di semak
melirik apel merah..
ah.. hati tergugah
seperti apa rasanya
si perempuan tua bermimpi,di sunyi
hatinya memakan apel merah itu
lama iya kunyah
selama lilitan ular diperutnya
dibandingkanya dengan rasa lapar
dibandingkanya dengan rasa hambar
di siang
si kecil dekil
putra tunggal emak yang terkasih
pulang dengan harap
apel merah sehat
apel merah tak hilang karena tlah di ikat di hatinya
apel merah ku
apel merah ku
mak, apel merah ku
lenyap,tiba tiba,senyap
lelaki kecil
tubuh dekil,matanya tercungkil nanar
di balik batu taman rimba
menagis sedu!
mak..
apel merah ku
apel merah ku..
28 Oktober 2009 jam 12:30
-gadis pelantun-
Senyummu yang menggetil lamun ku
semakin getil
dan ku gantungkan seribu cerita di helai rambutmu
bagaimana lapangmu di dada
tak bisa ku cabar
meraihnya semakin getir
silir asma asma
mengalir pelan di rima darah mu
mebatu di sendi hidup,bernafas
seramah sunyi
gadis pelantun
di subuh yang resah kau bingkis cerita
baluti katamu, nanar
rindu ku, pergilah demi penggamang
malang.2009
-rantau (rindu ibu)-
Sekali lagi aku datangi ibu, berbicara selayaknya, tentu dengan bahasa mantra kami yang tinggi, setinggi masalah mengapi. Kenapa selalu saja ibu menangis? tanyaku! Tidak ini bukan tangis, anakku, tapi ini riang! Manusia telah mencipta bahasa tangis itu air mata. Ibu ingin kau pergi mencari cerita, tapi Bu? Ikuti saja kata ibu, pergilah ke puncak itu!
Ada apa dipuncak itu, Ibu? Sudahlah pergi saja, kau akan tengok cermin di puncak itu,
cermin? Iya anakku, cermin, di mana tempat dunia berkaca, tempat penguasa menangisi diri, tempat para penyair membakar dupa dan tempat ayahmu membaca mantra. Baiklah, Ibu, ucapmu selalu dibaktiku!
Seketika angin mati diikat ibu: Hei! penguasa alam semesta, pencipta rencana, lindungilah anakku. Dan ibu pelan-pelan mencabut sehelai cinta dari ubun bulan, diselipkannya di kantung hatiku yang dalam. Simpan ini anakku, sebagai bekal alifmu, dan kelak jika kau rindu Ibu, usap hatimu, maka bulan akan bergetar, menutur padaku.
Pergilah!
Aku pergi, Ibu,
dengan tapakmu yang terpendar di dahiku.
Dari langkahku terjadi misteri menjejak - jangan kaucuri jejakku, aku hanya minta itu. Kelak ini untuk masa lalu. Pergilah ke puncak itu, dengan mantra sedendam! Ibuku kembali membayang, ah masih saja kau manjaku. Maaf Ibu, maaf Ibu, aku masih merindumu, Ibu.
Entah berapa kali waktu yang kuajak cumbu dalam ceritra ini, hingga diam-diam waktu ngidam dan memuntahkan kata-kata! Ah, ampuh bahasaku, hingga waktu selalu mengajakku bercumbu. Bercumbu denganku, bercumbu dengan rinduku, Ibu?
01 November 2009 jam 9:27
-hari ini untuk suatu ketika-
Bila ada jalan bermarka ego,menuju gelap
diam diam sunyi hunus belati
luka kembali tersayat benci
darah lama perciki janji putih (aku dan kamu)
akan..adakah senyum termanis kupandang
dan gerutumu yang kusudahi dengan kecupan
akan..adakah tangan ghaib yang menyentuh resah
dan hujani hati ku yang mulai gersang
mari..doakan di tingginya cinta dan cita
jangan biarkan sunyi hunus belati
sayatan benci kita obati
kereta bahagialah penjemput kita.
sbr.Kalong 04 November 2009 jam 12:12
-entah, apakah aku penyair-
Dinda..
ah..jangan dinda ya
terlalu belit, takut tak konsisten sama tulisan.
Nia saja, biar konsisten.
tapi jangan sedih..
Dinda itu diucap hati, yang mengecap bila malam telah bermain.
Nia..
aku sebutmu belahan jiwa
dan rasa syukurmu mengucur deras dari cakra wisnu
membunuh setiap dentum curigaku
di sunyiku itu, terbang kata kata cinta bersayap,padamu!
aku ingin kau bahagia.
Nia..
setiap aku menulis, entah sajak atau puisi
kau selalau bersyukur,tersenyum,dan bilang cinta
padahal kau tau, Nia sayang...
aku tak pandai dengan itu
aku tak paham akan itu
Nia..
ini ucapmu
"terima kasih sayang.., alhamdulillah,lovyu!"
dan di setiap katamu itu, rasaku morat marit di untal waktu
sungguh aku mencintaimu.
melati kurajut dengan cinta
akan dan telah kukalungkan,
di tatapmu
wajahku kemalumaluan,namaku kau sebut
kembali ku terlena disenyum simpulmu
Nia..
setelah aku tulis itu
hadir senyum mu yang tulus
dan ketika kau ucap cinta usai membaca
izinkan aku bertanya,
apakah aku penyair?
malang.2009
-ziarah-
Dari perjalanan menuju makam
aku menghitung dedaunan menguning,
dan runtuh terhempas pelan takdir angin
kini aku tau
betapa harus aku menjadi satu dengan rindu
yang aku tulis melingkar di raga kembalimu
sepulang..
kembang cempaka yang kuselip diketiak daun kuping
menghadirkan aroma tanah merah yang menanah
kenagan itu seperti epitaf yang tertoreh resah dihati,
"SEMOGA KAU TENANG"
untuk kakek tersayang/2009
-aksi mata-
Menunggu matamu sampai di mataku
seperti asmara yang telah diasapi sepi
setiap detak, lahirlah gairah yang entah
telah sampai langkah, sejengkal
di matamu ada aku
mmm... aku dalam matamu
menjingkrakkan tarian aneh
kau bak balerina dalam mataku
semakin mata kita beradu
bergulat gulat
semakin pula bising rindu berebutan keluar
ah.. setetes perih telah ku seka
kau berkeringat sayang..!
aku berkeringat dari keringatmu,
kau jawab letih
sudahlah..
lipat saja mataku dan matamu
kapan kapan kita adu lagi.
malang.2009
-kucuri air mata bulan-
Kucuri airmata bulan
setelah rindu kuhujam pelan,
dengan sembilu sepi
warnanya memucat di pasihati
aku diam berteriak
kucuri airmata bulan
setelah waktu mengirim waktu,
dengan seribu getir
tetesannya mendanau di lautan
aku diam menepi
maafkan aku rindu
maafkan aku sepi
telah tiduri getir
teruntuk bidadariku yang begitu kucintai
Malang-Bondowoso.2009
Daku takmenulis cakap kuncup hendak mekar
pula tiada senyum bulan tereja, di gemintang
lantah tertanding sayu, kekasih tertatapi
bila senyum, pasrahlah takdir bertaruk
untuk apa cipta payah payah
tak pernah pula luput bosan
esok.. miskin pula jiwa
jadilah segawan wannabe
masih dilingsut pemikiran
ranggung tutur yang kusut
"aku mencintainya"
12 September 2009 jam 8:40
-telatuk dan hujan-
duhai telatuk cintaku
puteri impian di mimpi
tak tampakkan parasmu indah itu
kerudungmu kau tanggal di mendung
juwita...
jangan hadirkan hujan
hatiku telah terbasahi ranggung cerita kita
olok saja,pendar di keningku
manusia hujan.
14 September 2009 jam 10:58
Eda etasan embun dirimbaku
menghadirkan lampau terlampaui
dan kau sebut cerita yang tak layak dietaskan
15 September 2009 jam 15:02
-penyadap kata-
Aku melihatmu menyadap kata di tiang langit
di saat mantra penorehku tumpul oleh kepandiran
inilah waktu yang terkupas
:hasan aspahani
27 September 2009 jam 14:33
-babak bacot-
Selamat malam sayang..
janganlah kembali kau bermuram,aku di sini
rebahkan rindu mu di dada ku
mari sama sama kita eban lara duka
sayang..
ayo,kita bercinta lagi
28 September 2009 jam 10:04
-perjumpaan-
Aku bertulis surat, pada kekasih
sayang, Aku telah berjumpa penyadap kata itu
betapa bahagia
sungguh kesahajaan ku dapati, di tuturnya
di kata katanya kusebut sabda dalam sajak
bukankah telah lama ku impikan itu
mencoba panjati, untuk sampai di tiang langit
oh.. dia bangkitkan puisisasi ku, sungguh
selendangnya madukara bersulam kata mutiara
"inilah, sondi penoreh yang ku lahirkan dari darah dan peluh"
dan dia petiknya waktu yang mengkal, di genggamkannya di tanganku
"waktu ini merah, jadikanlah emas"
(kembali u/ bang H.A) 29 September 2009 jam 12:52
-timbal sajak seekor musang-
;Eko esbe
Hadiah yang kau sembahkan kemarin
ku jadikan tumbal rindu pada sajak
serupa cindai, tenunan menyempurnakan
"kata yang mengawini kata"
pantas kah bersila, menjadi lilin dan dupa sembahan
tuba yang ku guyur di hatimu, telah kau saring dari pahit mu
kau suguh ku segawan anggur
aku tak menggigit hati mu, sungguh
seekor musang yang meracau, Tabik bertempik
29 September 2009 jam 13:18
waktu yang silir
Ada tawa, berceritanya selir selir
ada sedih, tangis mengalir
kaba tualang mengalun,sumilir
ah..,kujadikan saja, silir
03 Oktober 2009 jam 9:33
-sebuah karat-
Djosef R
Takut, ciut!
Di wajah, pucat merambat.
Bila ingat, liang lahat itu gelap!
Roh sekarat menggapai-gapai syahadat, ampun!
Liang lahat itu gelap!
05 Oktober 2009 jam 3:13
-maaf-
Secubit hati mu,ku kebiri
menyubak linang air mata mu
sejumput senyum kau eban!
terserak-kan diparau senja
dimana letak tuah rayu, ku nanti
tak kunjung seka tangismu
selembar maaf ku sajikan
ah.. entahlah, waktu yang mengeja?
12 Oktober 2009 jam 14:14
-Bunda ibu-
Bunda..
aku lebih suka panggilmu Ibu
kembali bimbingku
masih takut mereguk surga
selimuti ku dengan doa
membelai belai, saat radu
Ibu..
tak suka, ku panggil kau Bunda?
14 Oktober 2009 jam 9:25
pengab(di)
Lihat apa yang aku sapu di jalanan itu, bukankah sampah dari bengismu?,rakusmu?
Kau pernah datangiku,meminta minta, sehormat hormatnya! sungguh ibaku memuncak, dalihmu mendalihkan ku. kusuguhkan kau senyum yang begitu ihlas,menyalakan binarmu yang temaram.kita bernyanyi,berdansa,bertawa-tawa,saat itu.Hingga tak tahu seberapa malam telah mengantongi cerita-cerita kita.
namun apa balas? acuhmu seribu acuh,sekini!
Lihatlah,masih pengabdian palsu yang ku sapu?.Masih saja sampah itu menyampahi hati mu, beranak pinak di jiwamu.Sampai kapan kepalsuanmu memalsukan ini semua? ah... sudahlah, aku baru sadar, kau belum tuntas belajar memaknai, miskin hati mu?
15 Oktober 2009 jam 14:46
-jumpa sampai jumpa-
awal jumpa
aku terlena lirikan mata
sekian kali jumpa
aku meringkuk disenyumnya
diahir jumpa
aku kagum akan tulisanya
ah... tetap saja
ku paksa kau ucap, sampai jumpa.
16 Oktober 2009 jam 9:21
-mantra angin-
Angin angin
di belantara
pepohonan memohon
Macan menjadi Kumbang
lindungilah, aku
dari adzabMU
17 Oktober 2009 jam 8:18
-Dupa-
*
aku melihat sang pangeran berjuntai wibawa, itu kataku.
disenyum nya mengalir bahagia,haru
diangkat iya,setinggi kepala
seorang kecil yang turut bahagia,menyalakan bintang
turut pula, laki paruh baya, bertandak bahagia,bersama bintang menyala
tapi aku tak bahagia, aku hanya perajutnya,serajut rajutnya!
oh.. dupa telah dinyalakan,sang putri melambai lambai
kemarilah! kemarilah!,dia menarik dengan mantra
dibisiki nya sang pangeran
"aku akan selalu bahagia disampingmu"
kembali mereka tertawa tawa, menuju peraduan.
oh.. nyalakan dupa, nyalakan cinta, oh.. dupa , oh harta
**
dinda.. aku terasing dan mengasing di sarang walet itu
menagisku semerdu deru, ah ingin kucuri kicau itu
dan kuhiasi kau seanggun purnama.
ah,ini sederhana, sungguh sederhana?
***
ingat malam ini
saat terahir kali, kuhianati rindumu
meruak malam malam, yang dulu ranggung
inilah masaku yang mulai meng-silver,kutancap perih di hatinya,malam?
atau tak perlu kau ingat khianat ini,karena esok ku bersumpah
dan sajak ku mulai bertuah.
***
sudahlah kanda..
tak perlu kau berjuntai nya wibawa
tak perlu kau curi kicau itu
tak perlu kau harumi ku se-asap dupa
kini aku teduh disarangmu
kanda.. kutagih lagi doa,
dari kecupmu.
sbr.kalong 2009
-pagi-
Nyiur selambai, melambai
tersambut fajar, membias jingga
kehidupan meruak, di ricik sungai
pagi yang selalu ku puja
seroja mandi,terbasah-kan embun
menari nari di derap kaki pak tani
oh... sungguh indah nian
kusambuti-mu, pagi
18 Oktober 2009 jam 9:58
-sajak untuk nia-
Aku coba membuat sajak
sebagus mungkin,restu!
untuk penikmat sajak
meski tak kumengerti semua itu!
ini sajak untukmu
para penikmat kata
ku gubah di seribu rindu
yang tumbuh menunas dari cinta
sajak itu ilham?
hedak dicari kemana!
sajak yang ku tunggu,ilham?
ku tulis saja, sampai terlena
ketika telah mengena
aku kembali baca, sajak itu
ah, ini hanya ku buat biasa
mengapa sampai menderu?
seorang teman bertanya
siapa sajak itu?
susah payah kau memikirkan nya
jangan kau kembali tertipu!
tau jawabku?
sajak itu bapak ku
sajak itu rahim ibu
sajak itu nafasku
berlalulah sangka buta
sajak ini untuk Nia
yang menikmati meski tak suka,
mengucap cinta seusai membaca!
20 Oktober 2009 jam 11:00
-banyu biru-
Curai asamu digigir perigi
cipta banyu biru,basahi hati
pesan cita disilam, ranggung berkisai
nasehat bapak tlah ditugalkan
-perepat berbunga gasing-
bermainlah disajak lontara
ku asmai dikau, tembilang senja
masihkah tersaji di dulang,
ketam yang terpanggang lenggang.
mandilah di telaga sembilan
pasanglah bubuh dikalbu
banyu biru,basahi hati.
22 Oktober 2009 jam 8:48
-nine kepada nia-
Dinda..
kenapa kusebut namamu dinda,
karena kau suka panggil ku kanda
Nia..
aku lebih suka sebutmu Nine
tapi di sajak kusebut engkau Nia
lebih mengarti.
Dari panggilanmu, kanda
tercipta seribu bahasa
yang entah berkosa kata atau memperkosa!
menjadikan malam yang hening semakin hening,
kanda..
untuk apa kau ciptkan sajak itu?
untuk bahagiamu, kataku
dan Nia pasrah saja kau ku panggil Nine
katamu itu kejujuran saja, saja kejujuran
dan kau beri alasan, Nia lebih melebur dalam sajak.
ini kanda, Nia tak ku tulis Nine
engkau tersenyum, ciptakan seribu sajakku!
23 Oktober 2009 jam 13:31
-nia tak suka-
kanda..
Nia tak suka
seribu galau yang mencurai
jadi pungkah di tingkah
tidak pula rasa mencurah
sedekat mudah, simbah
Kanda..
Nia tak suka
senyum belah temberang
curi bertampan ditimang.
25 Oktober 2009 jam 17:32
-senja merah-
Senja merah itu kembali belaiku
menghadirkan gerimis yeng melukis wajahmu,dibias!
ah ah.. belaian yang panjang
hingga ku benar benar terlena dan musnah hati
helai demi helai rambut basahmu menyerapi hati
membisiki rindu yang dalam
hingga ku tak tahu sedalam apa nafas ini kuhela
terlalu dalam rindu ini
senja merah itu
yang usapi getir getir
perindu,kau harus rela ditiduri malam
yang akan menusuk nusuk diam
dengan matanya yang tajam
senja merah itu kembali membelaiku
mengajak-ku berdansa
kembali, kembali?
26 Oktober 2009 jam 7:38
-nyanyian pagi-
Aku bernyanyi di pagi buta
mencari minda yang membuatmu luka
ku cari di sudut sudut hampa
masih saja warna tak jingga
pagi yang buta
hanya bisa meraba raba
tubuhku telanjang sempurna
mengajak bercinta
tak sempat kau tolak pintaku
kita telah bersenggama, di rasa
tubuh dinginmu kujilati
aku terlena!
oh.. pagi yang buta
kau menindih ku di kenangan lama
nafasmu,hangat menyengat
gelitik kuduk, menjingkat
aku bernyanyi di pagi buta
mencari lena yang berlena
ku cari di sudut sudut hampa
warna mulai jingga, tak lagi bercinta di pagi buta!
Arjosari.2009
-hanya yang muda berjiwa muda-
Untuk?
Teman teman yang sudah muda
dan teman teman yang berjiwa muda
untuk yang kanak kanakan tak boleh ikut.
sebab warna merah telah pucat oleh manjamu
karena putih sudah lusuh karena tingkahmu
mari bersumpah.
"tak lagi kita lacurkan jiwa pemuda"
salam.. untuk penjiwa muda!
27 Oktober 2009 jam 17:19
-apel merah-
lelaki kecil
tubuh dekil,matanya tercungkil nanar
di balik batu taman rimba
menagis sedu!
apel merah ku..
apel merah ku..
ini apel merah asli
rasanya manis
harga mahal
tak sembarang orang bisa beli
sahabatnya memberi apel merah
sebuah.. binar di cekung mata
esok kau kerjakan tugas Matematik-ku ya?
si kecil cekung angguk tak perduli
hanya pandangi apel merah
di bawanya pulang
di timang timang bak sekepal sayang
mak.. aku pulang
mak.. apel merah
lihatlah.. semerah hati ku mak
perempuan renta menabah di resah
iya anak ku
dari mana kau curi?
tidak mak,kali ini ku tak mencuri
ini ku dapat dari bangsawan
simpanlah mak.. simpanlah!
mm.. apel merah ku
ku bawa kau kemimpi
ku tontonkan pada mimpi
ini apel merah
ku dapat dari bangsawan
pagi pagi lelaki kecil itu terbangun
mandi di kali hati
yang tak lagi hati karena terbiasa
setelah mandi ia merapih diri pakai dasi
berpamit emak dan tentu apel merah
apel merah jaga diri ya
aku hendak menuntut cerita
tak sarapan karena sakit perut jika sarapan
tak bersangu karena saku tak pernah ada
si perempuan tua yang merenta
pandangi si kecil mengecil di semak
melirik apel merah..
ah.. hati tergugah
seperti apa rasanya
si perempuan tua bermimpi,di sunyi
hatinya memakan apel merah itu
lama iya kunyah
selama lilitan ular diperutnya
dibandingkanya dengan rasa lapar
dibandingkanya dengan rasa hambar
di siang
si kecil dekil
putra tunggal emak yang terkasih
pulang dengan harap
apel merah sehat
apel merah tak hilang karena tlah di ikat di hatinya
apel merah ku
apel merah ku
mak, apel merah ku
lenyap,tiba tiba,senyap
lelaki kecil
tubuh dekil,matanya tercungkil nanar
di balik batu taman rimba
menagis sedu!
mak..
apel merah ku
apel merah ku..
28 Oktober 2009 jam 12:30
-gadis pelantun-
Senyummu yang menggetil lamun ku
semakin getil
dan ku gantungkan seribu cerita di helai rambutmu
bagaimana lapangmu di dada
tak bisa ku cabar
meraihnya semakin getir
silir asma asma
mengalir pelan di rima darah mu
mebatu di sendi hidup,bernafas
seramah sunyi
gadis pelantun
di subuh yang resah kau bingkis cerita
baluti katamu, nanar
rindu ku, pergilah demi penggamang
malang.2009
-rantau (rindu ibu)-
Sekali lagi aku datangi ibu, berbicara selayaknya, tentu dengan bahasa mantra kami yang tinggi, setinggi masalah mengapi. Kenapa selalu saja ibu menangis? tanyaku! Tidak ini bukan tangis, anakku, tapi ini riang! Manusia telah mencipta bahasa tangis itu air mata. Ibu ingin kau pergi mencari cerita, tapi Bu? Ikuti saja kata ibu, pergilah ke puncak itu!
Ada apa dipuncak itu, Ibu? Sudahlah pergi saja, kau akan tengok cermin di puncak itu,
cermin? Iya anakku, cermin, di mana tempat dunia berkaca, tempat penguasa menangisi diri, tempat para penyair membakar dupa dan tempat ayahmu membaca mantra. Baiklah, Ibu, ucapmu selalu dibaktiku!
Seketika angin mati diikat ibu: Hei! penguasa alam semesta, pencipta rencana, lindungilah anakku. Dan ibu pelan-pelan mencabut sehelai cinta dari ubun bulan, diselipkannya di kantung hatiku yang dalam. Simpan ini anakku, sebagai bekal alifmu, dan kelak jika kau rindu Ibu, usap hatimu, maka bulan akan bergetar, menutur padaku.
Pergilah!
Aku pergi, Ibu,
dengan tapakmu yang terpendar di dahiku.
Dari langkahku terjadi misteri menjejak - jangan kaucuri jejakku, aku hanya minta itu. Kelak ini untuk masa lalu. Pergilah ke puncak itu, dengan mantra sedendam! Ibuku kembali membayang, ah masih saja kau manjaku. Maaf Ibu, maaf Ibu, aku masih merindumu, Ibu.
Entah berapa kali waktu yang kuajak cumbu dalam ceritra ini, hingga diam-diam waktu ngidam dan memuntahkan kata-kata! Ah, ampuh bahasaku, hingga waktu selalu mengajakku bercumbu. Bercumbu denganku, bercumbu dengan rinduku, Ibu?
01 November 2009 jam 9:27
-hari ini untuk suatu ketika-
Bila ada jalan bermarka ego,menuju gelap
diam diam sunyi hunus belati
luka kembali tersayat benci
darah lama perciki janji putih (aku dan kamu)
akan..adakah senyum termanis kupandang
dan gerutumu yang kusudahi dengan kecupan
akan..adakah tangan ghaib yang menyentuh resah
dan hujani hati ku yang mulai gersang
mari..doakan di tingginya cinta dan cita
jangan biarkan sunyi hunus belati
sayatan benci kita obati
kereta bahagialah penjemput kita.
sbr.Kalong 04 November 2009 jam 12:12
-entah, apakah aku penyair-
Dinda..
ah..jangan dinda ya
terlalu belit, takut tak konsisten sama tulisan.
Nia saja, biar konsisten.
tapi jangan sedih..
Dinda itu diucap hati, yang mengecap bila malam telah bermain.
Nia..
aku sebutmu belahan jiwa
dan rasa syukurmu mengucur deras dari cakra wisnu
membunuh setiap dentum curigaku
di sunyiku itu, terbang kata kata cinta bersayap,padamu!
aku ingin kau bahagia.
Nia..
setiap aku menulis, entah sajak atau puisi
kau selalau bersyukur,tersenyum,dan bilang cinta
padahal kau tau, Nia sayang...
aku tak pandai dengan itu
aku tak paham akan itu
Nia..
ini ucapmu
"terima kasih sayang.., alhamdulillah,lovyu!"
dan di setiap katamu itu, rasaku morat marit di untal waktu
sungguh aku mencintaimu.
melati kurajut dengan cinta
akan dan telah kukalungkan,
di tatapmu
wajahku kemalumaluan,namaku kau sebut
kembali ku terlena disenyum simpulmu
Nia..
setelah aku tulis itu
hadir senyum mu yang tulus
dan ketika kau ucap cinta usai membaca
izinkan aku bertanya,
apakah aku penyair?
malang.2009
-ziarah-
Dari perjalanan menuju makam
aku menghitung dedaunan menguning,
dan runtuh terhempas pelan takdir angin
kini aku tau
betapa harus aku menjadi satu dengan rindu
yang aku tulis melingkar di raga kembalimu
sepulang..
kembang cempaka yang kuselip diketiak daun kuping
menghadirkan aroma tanah merah yang menanah
kenagan itu seperti epitaf yang tertoreh resah dihati,
"SEMOGA KAU TENANG"
untuk kakek tersayang/2009
-aksi mata-
Menunggu matamu sampai di mataku
seperti asmara yang telah diasapi sepi
setiap detak, lahirlah gairah yang entah
telah sampai langkah, sejengkal
di matamu ada aku
mmm... aku dalam matamu
menjingkrakkan tarian aneh
kau bak balerina dalam mataku
semakin mata kita beradu
bergulat gulat
semakin pula bising rindu berebutan keluar
ah.. setetes perih telah ku seka
kau berkeringat sayang..!
aku berkeringat dari keringatmu,
kau jawab letih
sudahlah..
lipat saja mataku dan matamu
kapan kapan kita adu lagi.
malang.2009
-kucuri air mata bulan-
Kucuri airmata bulan
setelah rindu kuhujam pelan,
dengan sembilu sepi
warnanya memucat di pasihati
aku diam berteriak
kucuri airmata bulan
setelah waktu mengirim waktu,
dengan seribu getir
tetesannya mendanau di lautan
aku diam menepi
maafkan aku rindu
maafkan aku sepi
telah tiduri getir
teruntuk bidadariku yang begitu kucintai
Malang-Bondowoso.2009
0 Komentar:
Posting Komentar
Berlangganan Posting Komentar [Atom]
<< Beranda