Rabu, 14 April 2010

part II

-Hausku dan laparmu-

Lelaki kecil bertubuh belulang buka pintu,
aku haus ibu
aku lapar..

wanita renta bergincu ragu,menyulam kata
sabar anakku
minum dulu air matamu
makan saja sisa jantungmu
ibu masih sibuk melilit perut dengan malu

lelaki kecil bertubuh belulang menangis tak berairmata
aku bosan ibu
airmataku telah hambar
sisa jantungku tak cukup reda lapar

wanita renta bergincu ragu,beranjak gemetar
baiklah anakku
tunggu..
ibu sadap langit
ibu masak batu


13 November 2009 jam 8:33

-sajak nasihat buat adik-

:buat Ticka betti

Sebenarnya aku tak paham isi smsmu itu;

apa yang kau pikirkan dik?
hingga begitu lara yang kau tampakkan,apa itu laramu?
sudahlah, air mata hatimu terlalu mahal menangisi kesia-siaan.
seperti derai-derai yang kau ciptakan sendiri

lihatlah, bintang memiliki warna-warni, sedang bulan hanya sepi
tengoklah, langit indah,sedang bumi mulai lunta diciumi serakah
bintang takpernah sedikitpun mencibir bulan,bulan takpernah meminta menjadi bintang
langit takpernah sembunyi dari air mata bumi (meski sekedar berkaca),bumipun selalu menyanjung langit
karena itulah tugas mereka,menghibur dan mengajari kita

dengarlah dik..
jangan kau berlama-lama tengadah,karena matahari begitu menyengat
jangan pula kau terperam di renung,kakimu kan tersandung
tataplah pasti langkahmu,syukuri itu
ini semua sudah suratan takdir ilahi

Maka ni'mat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan (Qs:Ar Rahmaan 13-14)

ku harap kau mengerti dan memahami semua! amin..

13 November 2009 jam 18:35

-sepasang merpati dan sebotol minuman berkarbonasi-

untuk: sulis gingsul


Sepasang merpati dan sebotol minuman berkarbonasi



Angin terlalu tajam menatap mataku dan matanya
......
terlenalah sepasang merpati putih
menukik lemah di ujung senja

airmata kita curi...
telah tersuling di gingsulmu malam
memanjang dikilau pedang
cecap tetes yang memabukkan

botol minuman berkarbonasi,itu?
menulis sendiri diliuk kepayang

kembali bertanya pada hati..
inikah jalan pulang?
waktu yang berserakan.

14 November 2009 jam 12:03

-tukar doa dengan rahmat-

pejam mata
masuki lumbung cinta
pelan-pelan
di bibir merahmu

setelah aku minum haus saudaraku
setelah aku lahap lapar kaumku

buka hati
ciumi sujud tangis
sayup-sayup
di kening sucimu

secarik, kuajukan cerita aduanku
selembar, kugeleparkan nasib ibu

di istanamu itu,tempat mengucurnya jawab atas tanyaku

pejam mata
buka hati
tukar doa dengan rahmat.

SumberKalong.14 November 2009 jam 16:37

-kisah sepenggal (perantau)-

Aku pergi, ma!
terpetik air mata
pecah tetesnya di teras merah muda
jadi sepatu,jadi ransel
doa mengasap,aku sepi lagi
menenun baju,menjahit celana
pakai jika lapar

aku melangkah, ma!
pakai sepatu birumu
gendong ransel transparanmu
kulihat hutan-hutan lebat
lorongnya seok-seok
supirnya handal,katanya!

hampir sampai, ma!
disini dingin akan rindu
pakai baju tenunanmu
celana ku kenakan separuh saja
kereta mulai melambat
menuju terminal,apa?

aku sampai, ma!
bertemu sepatu yang sama
tatapan mereka seperti ranselku,transparan saja
baju saling jabat tangan
mama,ibu,ummi,bunda,emmak
celana kenalan, diruas jari hingga hati

aku tidur ma!
bangun kepada mimpi
lelap kepada mellek
sama-sama berpelukan sepi
bulu-bulu poni berpesta rindu

ini janjiku, ma!
tak menangis
tak meringis
tak pula bengis
kami sama-sama, ma!
mama,ibu,ummi,bunda,emmak
sepatu,ransel,baju,celana

rinduku, ma!
pagi-pagi yang buta
berangkat lagi payah bersusah
domba-domba tak diarak
tau juga jalan pulang
setelah batu diasah jadi emas

mama!
bilang pada hatiku
masih digantung kan?
di balik pintu cinta
jangan sedih,sebentar lagi kujahit lukanya.

aku pulang, ma!
naiki perahu rindu
dayung mendayung di sungai peluh
yang meluncur deras dari langit

sambut aku, ma!
aku bawa cerita
aku bawa mutiara
aku bawa rindu sepi
aku bawa benang (untuk sambung hidup).


untuk mamaku dan istri tercinta


malang. 15 November 2009 jam 8:16

-kau atau aku-

Selalu saja kau tikam jantung tampa ampun, pisau tertempa kejam sepi.
Tujah tepat di mata picingku,pada hati yang berwarna rindu,bersayap merpati putih itu.Dan siapa yang membawa lara, menutupi bulan menjadi sabit,menggorok leher malam yang pasrah saja.Kau atau aku?

Telah aku suling air hujan yang tangisanya hujan itu, menjadi senyum kepayang memabukkan takdir, diwaktu yang berserakan.kapan kan rampung rajutanku atas gingsul malam sebagai pemanis buatanmu. kau atau aku?


kita saling bertanya, bertatap masam.Bintang memetik sendiri tubuhnya yang pecah pasrah menjadi dupa, mengasapi tajam mataku dan matamu!,perindu.. kau harus rela ditiduri malam, menusuk diam dengan matanya yang tajam.kau atau aku?

15 November 2009 jam 18:58

-Nia (seandainya)-

Kapan datangi pelangi,lagi?
disana peri mandi
tempat jaka tarub intip, curi sayap
hingga dia menjadi hebat
sungguh beruntung,katamu

adakah aku tak seberuntung itu,Nia?
yang telah intip sayumu,curi gingsulmu
aku sungguh beruntung,kataku

Nia itu selalu berandai-andai..
"seperti apa surga itu,ya?"
"banyak sekali orang memimpikannya,padahal mereka tak tau seperti apa surga"
"andai surga itu seperti hidungmu,tentu sangat jelek",katamu
"tapi aku tetap memimpikan surga itu,karena aku istrimu,hehehe"
"seperti pelangikah surga itu?"
"pantas saja,mereka selalu mengandaikan surga itu keindahan"
"aku ingin mendatanginya,karena itu keindahan",katamu!
"tapi,jika surga itu seonggok upil?"
"apakah mereka masih memimpikannya?"
aku diam,senyum-senyum sembunyi dari bulan.

ah.. aku merindukan pelangi tempat kita bercinta itu,Nia


malang.17 November 2009 jam 9:09

-Peri Peri gerbong tua (perempuan parbaya)-

Perempuan parbaya
bangun di senja pagi
ambil seribu cerita
hendak mandi di kali
ikan-ikan jilati getir tadi siang
biar mantab ini malam

telanjang di tepi batu
peri biasa mandi
kanak-kanak intip di balik lancip kerikil
bapak-bapak endus wangi, landai dari balik musholla
ibu-ibu mencium bau anyir dari sela giginya

tuntas menggantung asa di akar beringin
bilas perih di bebatuan
mengalir perih di riak kali hati
baluti telanjangnya di remang
perempuan parbaya,menggoyang pinggulnya

bersolek dengan kerutan di dahi
gincu merah menyala yang dibeli murah
menghiasi garis-garis bibirnya yang tebal
jantung hati cium tangan hendak mengaji
di senyumnya yang indah,kalung menyala alif lam mim
suami menunggu gelisah di ruang tamu
secangkir kopi sisa,sebungkus tembakau yang pesing
gemetar hendak hantar istri bermimpi lagi

selesai berdandan
buka pintu kamar
siap-siap senyap
jantung hati mengangkat azan kumandang
memecah gendang telinga malaikat
"aku berangkat nak"
suami menggandeng hatinya pelan pelan

tibalah di gerbang gelap dan terang
sebenarnya remang
gerbong tua
suami pergi cari kopi
perempuan parbaya masuk gemulai
hatinya lunglai
mata belang-belang,menjulurkan lidahnya,suliva busuk.

"ayo antri", kata perempuan tua
pantatnya bisulan,hatinya kudisan.
ah.. putri telah datang
bikin selir bersungut-sungut

masuk dalam gubuk
pangeran loncat pasang kuda-kuda,lupa istri

entah.., sekuat apa gubuk itu
tiang-tiangnya tebuat dari nafsu
atapnya dibaluti dengus biru
dinding-dindingnya dari impian menyala-nyala
terasnya dari serakah penghianatan

lelaki keluar, hidungya masih belang-belang
lidahnya tak menjulur lagi
suliva tetap busuk
perempuan parbaya menuju pancuran di pipi malam
bersihkan getah
bersihkan sampah
bersihkan lintah

dari getah itu lahir senyum buyung
dari sampah itu secangkir kopi tersuguh
dari lintah itu cerita menuju benang merah.

kapan kokok kau datang
perih lepas ku peras..

17 November 2009 jam 20:00

-Peri Peri gerbong tua (gerimis)-

Gerimis jamu sepi
suguhi hangat
di balik selimut beledu
di harumnya kopi susu

inilah pipi malam sunyi
di stasiun yang mati

Ada peri pada pintu gerbong tua
sayapnya patah sebelah
kakinya tertancap di karat waktu
menghisap harapan pelan-pelan
sebulkan gelisah dari tajamnya pekat
kapan kucing pembawa benang datang?

agar ada senyum
agar ada cium
agar ada hidup
esok siang redup

19 November 2009 jam 11:11

-Peri Peri gerbong tua (kuku lalang)-

Selaput rawan pecah di kuku lalang
tetenda putih dari kulit awan
tiang gardu di dentengkan
tanda awal kehidupan

muncul dari ubun malam
sembilan peri bawa tisu
bibirnya repih
menggulung asap dupa

Arjuna datang,katanya!
siapkan mahar,tawar-menawar

penaku yang beruban
hidungnya tak lagi tajam
rindingnya belum mampu sepi

terjadilah di tunggang waktu
tinta pecah menggambar wajah peri
di tembok renta

Aku tutup sepi diam-diam
hati pergi
dibawa kunang-kunang

20 November 2009 jam 12:41

-Hujan dibalik batu-

:Hudan Hidayat


Di sudut kaki
sepi bicara sendiri
mericik air sececap
memecah kening malam

Rindu 'tlah khianatiku
patah genting
pecahkan ranting
Hati repih

Daun jatuhkan jantungnya
di bibir seribu indera

ijinkan aku petik secarik rindu dari langit langit bulan
atau aku curi diamnya yang sepi itu dari mimpi

kau menjadi hujan di balik batuku

24 November 2009 jam 12:25

-petikan rindu nia-

Oleh; Fitrania T.A


Di hembusan angin biru
jejari gemetar
melukis raut wajahmu
hadir debar tabir

entah berjuta juta kata
ku gubah pengganti rindu
bisu menyeru

tengoklah!
jika tak mampu
liriklah..!
aku berada di kursi
dekat pintu
memandang takdir menyesak
disini
di biji hatimu

sebisik tertitip doa
aku mencintaimu..

sekarputih.2009


(Petikan rindu saya terima ketika saya duduk termenung memikirkan istri.. hehehe, tiba-tiba ada sms dari istriku berisi petikan rindu ini.Istriku terima kasih.. kudengar cintamu di biji hatiku.. BISMILLAH)

-vakum-

Lahir malam
dingin menusuk sepi
pecah jerit perih
raga bertanya
pada nama
pada nyala

dimana kau simpan penaku?

puisi gamang
sajak murung
waktu jalari api
layu di ujung bara

lolongku bisu di peluk bulan
hati resah merah.

Anak kata
gagap kata

28 November 2009 jam 13:38

-sebuah senyum dari tangis-

untuk kakakku:Ratna Munawarah

Tulis perih
sedih dari gedung putih
terbang menaiki awan
tatap kosong pada bulan
merah.. kembali di linang

hanya warna biru,pintaku
menjadi rumput
menunas hijau dari cangkang
dan kuberi nama indah

hanya biru, bukan hitam ini.

Entah janji apa
Aku dengan Tuhan
sebelum kususup daging
menjelma seribu sempurna

hanya biru itu, bukan hitam ini.

Tak ada tuhan
ketika itu..
air mata diperas pilu
kantung mata
melintah hisap darah

sungguh
waktu ini api
membakar rongga rasa
tampak bara ragu
masihkah aku kekasihmu?

ah...
datang malaikat itu
peluk hangat dekap
dari sayap perak
"Aku diutus Tuhan
ikatkan ketabahan
di hatimu"
sungguh bening

Suara bening itu
setulus itukah?
riciknya percik
dada berpelangi

kemarilah
coba gelitik bulan
dia tak diam
tawanya nyalakan bintang
ini rahasia

ambil celah putih
masuki dengan jiwamu
longok dari jendela
terhamparkan?
di luar sana
sebuah rencana
bangun istana untukmu

suara bening itu
semakin kawini senyumku
lupa sedih
di rencana
sebuah rahasia.

Kami sepasang burung
ya.. hanya sepasang
meloncati ranting ranting
bahagia
tabah hingga,
ranting berbuah
dari rencana
kuberi nama indah..

aku tersenyum tabah.

30 November 2009 jam 12:46

-penghuni simpang asa-

Seorang Ibu

Lusuh kemarin
masih,
menciumi pagi.

Tangan ini
kucuci semalam
terbacam sepi
mantra api.

Garis ini
cermin jiwa
saat kerut mentari
menetak,
beras kupetik

ah.. ada asap
ketika senja terbuka
kuda mendengus, tak suara
di hirup dalamdalam
ditata rapi..
sepeti mati

Seorang Anak

Pakailah kerudung ini..!

o.. cantiknya
matamu nyala
mahkota
sedalam redupnya mata

pakailah sendal ini..!

kau semakin tinggi
berambut merah.

Senyummu picisan
di balik sendal
bukan sepatu


Seorang Pemuda

Laguku..
ciptaan angin
petik senar getir
iringi cengir

Nadanada alam
pecah terlindas
di kakikaki kekar
roda hitam kelam

tatto cacing
geliat hidup
di tangan legam
karya mentari

Asa kutindik di bulan
gelantung serak kerongkong
durinya bisa
bunuh sengat hari
esok mabuk lagi


Seorang Tua

kaki hentakkan debu
simpan di teduh
sebentar lelah
makan endapan hati
seloki peluh
mabuk teguh.

Biar aku hisap dulu
kentutmu kuda
mati rasa

aneh..
garis sedih
gores,menguas wajah
tiada acuh
mengacuh mata
mereka
penunggang kuda
tertawatawa.

Seorang Gila

Rambut gimbal
misteri rajutinya
pelanpelan
tajam matanya
tertawa
Firdaus.. Firdaus.. Firdaus
kau gilakanku.

01 Desember 2009 jam 10:35

-vakum ii-

Diam pena retak.Pecah sesekali mengeja makna "di tiduri dan meniduri",senja bertongkat buta pada malam, meraba dungu sunyi menyulap mimpi, mati titik kata.

Bulan:
kutaruh jantung tepat di bibir matamu

05 Desember 2009 jam 7:52

-aku ingin menghidupkanmu-

Sebenarnya kau telah hidup.Aku tahu itu.Tapi, aku ingin menghidupkanmu dari hidup.Aku mulai pasang ranting dan daun,aku pasang warna yang aku suka dan kau suka.Tak perlu ku bentuk tubuh,karena kau tubuh.Tak perlu kubuat serabut akar,karena kau akar.Lalu aku tiupkan retakan-retakan jiwa ini padamu.Aku siram dengan mata air kebenaran,aku beri bunga,aku beri tangan dan aku pasang rekaman.Agar datang seekor lebah memelukmu sendiri, dan esok pagi mengajak temannya bernyanyi di tubuhmu.Agar kau tak sepi dan jiwamu mandi lagi.Kau menyimpannya?

Aku ingin menghidupkanmu.Memberimu manik-manik pada baju yang lusuh.Agar kau tahu nikmatnya pengap pori-poriku,agar kau tahu amis dan manis peluh yang mereka peras saban hari,agar kau tahu kulit mata yang hitam itu lelah menjadi putih,agar kau tahu, aku ingin menghidupkanmu dari rasa yang malam ini.Agar kau tahu duniamu sepi, yang jejarinya tertempa tajam pedang.

kata:
Aku ingin menghidupkanmu agar kau membunuhku,segera!

06 Desember 2009 jam 12:26

-derap tanpa jejak pada sayap tak berkepak-

Peri kakinya geli
mondar-mandir
kesana-kemari
colek teman
senyam-senyum

hey..
Ada yang tampan
mulutnya pahit
kunyah malam
derapnya tanpa jejak.

Mantan peri
duduknya mantap
kadang geli sah!
rambutnya basah
air ma! tanya?
ragu menangis sedu
sayapnya tak terkepak.

06 Desember 2009 jam 12:32

-nonet-

UNTUK AYAH

/1/
Betapa keras kau bimbingku
dari jalan kian buntu
beriku pelajaran
dari semangatmu
cinta kau toreh
tujah tepat
di kantung
mata
ku

/2/
Merah itu haruslah merah
atau kau terus menyerah
putih harus kau titih
sebelum merepih
hentikan detak
jantung ini
katamu
pada
ku

/3/
Betapa peluhmu menyungai
menapaki tiap resah
merajut jalan hidup
meskipun kau perih
tertatih-tatih
banggalahku
padamu
Ayah
ku

06 Desember 2009 jam 20:33

-sajak untuk sahabat-

Melinting cerita
menggigilkan rasa,apa?
aku dan kau terperangah
kau dan aku mencair, pada
candacanda benak kita
menjadi bangku tanpa nama
papan yang kosong
melolong begitu saja.


Batu kita ukir pelanpelan
sepi,sepi,sepi
dan gericik air mewarnainya
berwujud pelangi
meminum renda pagi
disapa diam angin
kala itu,
kita telanjang
pasrah dijilati matahari.


Masih lekat cumbu itu
kita telisik rambut masing-masing
penuh kutu keangkuhan
berjejer di kening ke-AKU-an
dan kita mencuri hangat
seekor kadal yang berjemur
acuhkan cerita kita.


Semakin handal rasanya
kita nyalakan hari
menghirupnya dalamdalam
tanpa mengeluarkan keluh
karena sebuah tawa yang pecah
seketika.


sobat..
waktu ini semakin panjang
karena kita mengulurnya
tanpa batasan waktu
kadang aku buka laci kelam
memandang batu kali
terukir nama kita
entah dengan huruf apa
bila diraba akan muncul
lenguhlenguh angkuh
atau pada bunga-bunga liar
yang kita rangkai
pada lelumut resah
harumnya tak mengering
menusuk ingatan.


Aku ingat ketika kau pucat
hari itu,hari apa?
hingga aku terpesona pada pucat
dan ikut meniup lembarnya
semakin memaksaku menumpahkan tinta
"ini warna kelam", katamu!
disana tertulis.
lebih tepatnya tercoret
kisah ini pada kisah bisu.


Tanpa tanggal
nihil bulan dan tahun
sepertinya detakpun tak berjam
jari kita melangkah gontai
menempatkan jejak
di dedaunan bambu


"aku ingin menjadi presiden atau dokter"


ah.. seringku terlalu lena
pada cerita kita itu
seakan kemarin
kita menyongsong kebengalan
dalam rengkuh angkuh

sobat..
aku telah menjadi presiden itu
merangkap jadi dokter
presiden pada diri
dokter pada hati
dan aku telah menjadi pemandu sorga
bagi istriku
alhamdulillah.

Semoga kau masih ingat, sobat!
dan kita masih bermesraan dalam hati
sampa benarbenar mengerti
arti kemesraan ini
dan persahabatan sejati.



Teruntuk temanku semasa SMA, Arjasa '02

malang.2009

-anyir malam di tubuh senja-

Aku cium anyir malam dari tubuh senja

:bisu pena

Setelah ku gantung jantung
pada bibir bulan

kini detak nadi
menjadi tumbal endapan bintang

malam:
kau curi tinta darahku

12 Desember 2009 jam 15:36

-tepak tepuk bibir hari-

Bakar dupamu
dikepakan sayap doa

bakar umurmu
di ujung terang harapan

peri-peri menari
tepak tepuk setangan senyum

doa tersebul pelan, meminta apa?

bakar umurku
diwarna-warni yang putih

tertiup nafas harum
bibir manis

satu umurku mati
esok nyalakan lagi
sisa syukurku

21 Desember 2009 jam 16:02

-Haiku-

Haiku:IBU

Seolah awan
giring ribuan asa
:Berkisah pasrah

haiku:sahabat

mengikat hati
berbagi duka lara
:persahabatan

Haiku: SELAMAT NATAL

Bintang benderang:
Tawa riang gembira
rayakan Natal

-curhat-

CURHAT

Berawal dari senja yang menapaki imajiku pelan, gerimis menyentuh resah begitu lembutnya. Terbang seekor entah menyambar lamunku membawa kata-kata lucu, aneh ah apalah itu, sangat jingga menemuiku. Ada bias-bias pula mewarna-warnai seolah pelangi namun lebih indah menurutku. Mengepak sayapnya seperti lengan kupu-kupu yang indah itu, menghadirkan angin halus. Terasa sekali semilir bayu hadir menyihir dengan aroma anyir sepi membentuk bulir-bulir hujan menjamu aku yang kering kerontang. tersenyumlah bumi ini yang telah lama membatu pada bisu.

Waktu, seolah kau talah membuat jalanku semakin singkat saja. Sekelebat bayang saja aku telah sampai pada kepuasan cerita. cerita yang aku susun penuh ragu dan ragu seperti telah berklimaks pada kata-kata itu. Dedaunan lan hijau menyapaku yang memandang rendah diriku sendiri. Hai.. seperti syair-syair kalbu mengalun sempurna membuahi cerita menjadi cerita. Hai itu hadir bagaikan raksasa memegang busur yang cinta siap menerkamku. Hai itu tepat pada hadapku mengepal tangan wajahnya biru serupa hulk yang perkasa. Hai itu menggendong tumpukan kertas-kertas sajak yang terbuang dari garis kedewaan. Hai itu bermahkota lipatan puisi yang teranggap gagal ditaring serigala. Ada apa dengan Hai.. ini?

"kemarilah". Hai menggamit tanganku
"tengoklah sajak-sajak ini, telitilah puisi-puisi ini
adakah sisi-sisinya yang salah?
adakah dosa pada tinta-tintanya?
ini hanyalah pembunuhan keji, pembunuhan sadis yang terjadi.
apakah adil, jika rakyat yang memuja-puja Dewa terbunuh oleh Dewa itu sendiri?"
aku hanya terdiam memeluk kekecewaan yang kian membekap.
"sudahlah, tak perlu kau kecewa! ada Tuhan" Hai.. mencabut gundahku.
"kau ikuti saja langkah-langkah biru itu, menuju keramaian sajak dan puisi yang konon terbuang dan gagal itu, melangkah saja pada pesta meriah dalam dirimu yang dipicing mata mereka picisan. disanalah kelak kau temukan kekayaan yang abadi" katamu!
"Bayangkan", Hai.. menatapku
"petani mencangkul tanah.. tumbuhlah padi.. padipun digiling menjadi beras.. beras diolah jadilah nasi.. nah, marilah dan silahkan menikmati.. Bersama dan terus bersama maka lapar itu tak akan ada" Hai senyum pada ceria yang mulai meriasi wajahku.
Tiba-tiba saja aku tak lagi menjadi ranting kering itu, karena bintang mulai menunas dengan cepat pada imajiku.

Angin mengajaku bercinta, biar lahir puting beliung. "tidak" kata burung itu yang memancarkan cahaya halus bulu-bulunya "kita akan menjadi Tornado yang santun namun melantahkan kedengkian-kedengkian. Kita akan menjadi laskar berani mati membawa pedang kata yang menyala tajam pada tiap matanya, menebas leher jantung kecongkaan para dewa bersayap yang konon terbuat dari emas itu."

Aku tak habis pikir. Mata kami yang mengabur dan guratan kita yang rapuh telah menjadi jari-jari senja yang menulis garis-garis dikerutan daun yang benar-benar hijau. ini berkat Hai.. ini karena Burung itu.. ini kerena Tuhan. Semoga setiap perjuangan itu menjadi senyum pada tiap pandang dan makin mewarna-warni senyum mengecup langit tertinggi.

"Hai..kini kutahu kau adalah Tuhan."

bondowoso.2009

25 Desember 2009 jam 17:20

-bercinta-

Membuka indera bisu
ajaki bercinta seretak pilu

pasrah saja
mendung menguliti asmara

Angkat tangan
gapai sepi pembaringan

mimik kata itu
gagap gagahi sembilu

26 Desember 2009 jam 16:58

-sajak malam minggu-

Malam minggu kemarin aku mengajakmu menuju taman itu
membayangkan, kita menjadi bunga sepatu di pinggir kolam
tentu saja sunyi menjadi arwah gentayangan, mengajak tatapmu itu
"tapi, ah.. kita buat saja pintu pada bulan itu", katamu!
"lalu kita menjadi angsa warna-warni, berenang di awan itu."
senyum kita semakin mengikat kemesraan.

Malam minggu ini, hanya mengingatkanku pada taman itu
tak ada kamu yang biasa ku ajaki berandai, menjadi bunga atau angsa
malam ini sepi telah menjelma tubuhku sendiri, memaksaku bergentayangan pada bayangmu.
padahal sayapku telah siap mengepak, dan telah rampung ku buat pintu pada bulan.

26 Desember 2009 jam 18:31

-tulisan dalam kertas kotak-

Tulisan dalam kertas kotak kotak: coretan Buyung dalam cerpen Peri-Peri gerbong tua

Pelacur itu apa, bu?

teman-teman sering menempelkan kertas pada punggungku diam-diam dengan tulisan "Ibuku pelacur"
lalu mereka kompak tertawa sampai menangis dan muntah

apakah ibu pelacur?

Kenapa ibu pelacur?




dari ku buat ibu, Buyung anak Ibu.

27 Desember 2009 jam 12:36

0 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda