.. III
Rantau
Sebatang rokok kita hisap bersama
saling menghiasi bibir dengan lipstik merah jambu hari
mari berfikir sejenak, aku menjadi kau dan kau menjadi aku
kita tertawa kembali setelah diam cukup lama
sedikit acuh pada ransel yang menjerit tanpa isi
lalu berfikir lagi, langkah waktu dalam deru
28 Desember 2009 jam 17:06
Puisi sederhana
:fitri
Darimana datangmu?
seketika suara jantung mengerat tanya.
seolah takdir telah mengail kita dengan umpan senyum
lalu kita menggelepar dalam udara maya
tertawa sedikit, puja-puji selangit
kita memiliki waktu itu
bukan hanya sepuluh menit yang aku pinta ini
bercengkrama pada kata
menapaki setiap asmara diri, berbagi!
kembali tertawa sedikit lebar!, puja-puji semakin mekar
sekarang aku tahu darimana datangmu!
dari hari yang melangut, bukan?
29 Desember 2009 jam 8:58
Cinta monyet
Aku selalu menunggu senja yang jingga
tanpa mendung atau apalah yang memudarkannya
karena jingga membungakan hati
diterpa semilir angin lalu nyiur melambai
akupun selalu tersenyum pada cermin
menata rambut bahkan mimik muka ku tata serapi mungkin
mengenakan parfum milik mama
lalu mata kukerling pada mataku disana
ahai.. aku telah tampan rupanya
mulai mengendap pada kamar ayah
seolah matang caraku menyusup
ku raihnya senjata utamaku "kunci motor"
haha.. mari beraksi.
cepatlah senja kau menjingga
tak sabar aku membaca matanya
gundah degub hendak mencuri senyumnya
cepatlah kau sajikan manisnya padaku
aku yang menampang di bawah randu
menunggu waktu melewati jalan itu
biar sepi lalu lalang di sini
dan hatiku sumringah sendiri
Tibalah waktu itu
seorang gadis mengayuh senyumnya padaku
kemayu dibias asmara
lalu aku menunggang kuda hati
degab degub..
gadis lambaikan cerita pada jantungku
Biarlah kukantongi senyummu gadis
mengundang waktu yang panjang untuk lelap
kita jumpa lagi esok
semoga senja kembali berpihak.
ah.. kini segala adalah cerita yang tak ku lupa
membuatku tersenyum sipu malu
bahkan mungkin kau pun begitu, gadis!
mari kita tersenyum pada waktu
"cinta monyet"
29 Desember 2009 jam 20:46
Berita: duka kita
:Gus Dur
Satu tiang langit kembali diturunkan
31 Desember 2009 jam 7:35
Gelepar kucing dan senyum perempuan takdir
kucing mengeluskan bulu
melingkari sepi,kosong
detak semakin nampak gelepar
mengadu pada lembar bibir malam
diam semakin melagu
"jangan mengeong dulu"
perempuan itu tersenyum
merajut seutas tali, melilit harinya sendiri
nafasnya semerbak kesturi
lembut meminang Tuhan pada hati
kucing terdiam malu
menangis pada tubir mata sayu
mengetuk nadinya pada ketika,
berjanji untuk mengingkari
kembali berjanji
mati
"kemarilah" perempuan itu memanggil!
kucing gelepar terkapar
membakar sekujur takdir
02 Januari 2010 jam 8:53
Perjalanan
Kuselip karcis hidup pada waktu
selesai mengukir cerita untukMu
06 Januari 2010 jam 10:51
Cambuk hari
kabari aku lagi, cambukmu, wahai hari
kata mereka kau membuat teguh peluh yang mati
dan sering kali cambukmu menjelma asri kemudian hari
maka kabari aku lagi
seperti kemarin, lagi
kau mengajakku berdansa pada tubir bunga
menitinya tanpa kembang rebutan kumbang
yang hanya pasrah saja
mendesirkan kabar bintang termakan kunang
kabari aku lagi, cambukmu wahai hari
agar kelak kita mengabadi bersama mimpi
06 Januari 2010 jam 17:01
Dari sunyi
Aku mendatangimu dalam lelap yang dalam
membawa sepiring sunyi,
ah tidak, itu tak berbatas jarak, mungkin
katanya sih, sunyi itu lekat dengan cinta
dari sunyi, kupu pertamakali menjajal cinta
dari sunyi, pertamakali aku menulis cinta
dari sunyi, perkenalanku padamu bermula
dari sunyi, Tuhan menciptakan cinta
mungkin saja benar, mungkin saja salah
yang aku tahu,
ketika asap dupa rindu yang ku bakar memasuki pintu kamarmu
kau masih melelap dalam,
tapi jari-jari kudukmu telah menari bersama aroma rempah pembunuh resah
pori kemesraan menghisap habis sisa-sisa entah,
lalu..
tanpa paksa, di atas ranjang sunyi
cintaku meniduri cintamu
08 Januari 2010 jam 14:23
Senyum puisi
:huhi
Berapa lama detik mengendap pada waktu
mendaki, mengitari, meningkahi, kadang menyusup pada sepi
lalu membuka portal pada gang-gang yang buntu
yang tiap dinding-dinding tepi gang
ramai manusia menggambar bayanganya sendiri
dibuatnya sempurna: bermata tiga, bertangan tiga bahkan berkaki tiga
lalu siapa yang senyumnya benar-benar puisi?
Detik kembali merayap mencari waktu
membuka, membaca, mencerna, kadang putus asa
memasuki rumah tua menuju angin tak bermata, dungu
didapatinya lelaki mengikat diri pada pohon meditasi,
yang konon telah menikahi sunyi
Lihat: diperamnya beribu kata pada sarang yang sempurna
lalu siapa yang mengelak, senyumnya adalah takdir puisi?
11 Januari 2010 jam 17:05
Penerjemah sunyi
:dedi PS
sayap sayap yang kau bentang
sayup membentur gendang telinga malam
mengajak bidadari terbang
menyusuri tingkah dalam diam
menjemah sunyi
Tuan, tutun aku gagahi sepi tersunyi
13 Januari 2010 jam 13:22
Kutemu pesan sebatang keretek dalam gelisah
Sebatang kretek gemeretak kuhisap dengan pesannya
tanpa ada secangkir kopi sebagai sejoli dalam kepul harum.
ah, apakah pagi selalu begini?
selain membawa asap menempelkan gigil pada ariku
halimun mengisi telaga mata gadisku
persiapan untuk pelangi sore hari, mungkin
pelan-pelan
matahari mematuk cangkang fajar, tampa berontak
bukit-bukit membukakan pintu demi hijaunya
lahirlah, senyum dalam cumbu
ia tak seperti aku.
Matahari tak dituntut merangkaki waktu
ia mencari pegangan sendiri dengan jilatan lidah kakinya
berjalan gemulai.
kau tau aku?
aku bergantung pada waktu yang siam, diam
terkadang pelangi yang kutunggu menjadi murung
bahkan tak sekedar senyum
kemana magismu wahai syair,
tenggelamlah di telaga mata gadisku yang membutuhkan warna untuk pelangi
dan gincu senyum!
Sebatang kretek tuntas sampaikan patahan pesan
tanpa keluh kesah, lalu ruhnya terbang menuju gua, entah
aku masih gelisah
16 Januari 2010 jam 9:31
Sebatang rokok kita hisap bersama
saling menghiasi bibir dengan lipstik merah jambu hari
mari berfikir sejenak, aku menjadi kau dan kau menjadi aku
kita tertawa kembali setelah diam cukup lama
sedikit acuh pada ransel yang menjerit tanpa isi
lalu berfikir lagi, langkah waktu dalam deru
28 Desember 2009 jam 17:06
Puisi sederhana
:fitri
Darimana datangmu?
seketika suara jantung mengerat tanya.
seolah takdir telah mengail kita dengan umpan senyum
lalu kita menggelepar dalam udara maya
tertawa sedikit, puja-puji selangit
kita memiliki waktu itu
bukan hanya sepuluh menit yang aku pinta ini
bercengkrama pada kata
menapaki setiap asmara diri, berbagi!
kembali tertawa sedikit lebar!, puja-puji semakin mekar
sekarang aku tahu darimana datangmu!
dari hari yang melangut, bukan?
29 Desember 2009 jam 8:58
Cinta monyet
Aku selalu menunggu senja yang jingga
tanpa mendung atau apalah yang memudarkannya
karena jingga membungakan hati
diterpa semilir angin lalu nyiur melambai
akupun selalu tersenyum pada cermin
menata rambut bahkan mimik muka ku tata serapi mungkin
mengenakan parfum milik mama
lalu mata kukerling pada mataku disana
ahai.. aku telah tampan rupanya
mulai mengendap pada kamar ayah
seolah matang caraku menyusup
ku raihnya senjata utamaku "kunci motor"
haha.. mari beraksi.
cepatlah senja kau menjingga
tak sabar aku membaca matanya
gundah degub hendak mencuri senyumnya
cepatlah kau sajikan manisnya padaku
aku yang menampang di bawah randu
menunggu waktu melewati jalan itu
biar sepi lalu lalang di sini
dan hatiku sumringah sendiri
Tibalah waktu itu
seorang gadis mengayuh senyumnya padaku
kemayu dibias asmara
lalu aku menunggang kuda hati
degab degub..
gadis lambaikan cerita pada jantungku
Biarlah kukantongi senyummu gadis
mengundang waktu yang panjang untuk lelap
kita jumpa lagi esok
semoga senja kembali berpihak.
ah.. kini segala adalah cerita yang tak ku lupa
membuatku tersenyum sipu malu
bahkan mungkin kau pun begitu, gadis!
mari kita tersenyum pada waktu
"cinta monyet"
29 Desember 2009 jam 20:46
Berita: duka kita
:Gus Dur
Satu tiang langit kembali diturunkan
31 Desember 2009 jam 7:35
Gelepar kucing dan senyum perempuan takdir
kucing mengeluskan bulu
melingkari sepi,kosong
detak semakin nampak gelepar
mengadu pada lembar bibir malam
diam semakin melagu
"jangan mengeong dulu"
perempuan itu tersenyum
merajut seutas tali, melilit harinya sendiri
nafasnya semerbak kesturi
lembut meminang Tuhan pada hati
kucing terdiam malu
menangis pada tubir mata sayu
mengetuk nadinya pada ketika,
berjanji untuk mengingkari
kembali berjanji
mati
"kemarilah" perempuan itu memanggil!
kucing gelepar terkapar
membakar sekujur takdir
02 Januari 2010 jam 8:53
Perjalanan
Kuselip karcis hidup pada waktu
selesai mengukir cerita untukMu
06 Januari 2010 jam 10:51
Cambuk hari
kabari aku lagi, cambukmu, wahai hari
kata mereka kau membuat teguh peluh yang mati
dan sering kali cambukmu menjelma asri kemudian hari
maka kabari aku lagi
seperti kemarin, lagi
kau mengajakku berdansa pada tubir bunga
menitinya tanpa kembang rebutan kumbang
yang hanya pasrah saja
mendesirkan kabar bintang termakan kunang
kabari aku lagi, cambukmu wahai hari
agar kelak kita mengabadi bersama mimpi
06 Januari 2010 jam 17:01
Dari sunyi
Aku mendatangimu dalam lelap yang dalam
membawa sepiring sunyi,
ah tidak, itu tak berbatas jarak, mungkin
katanya sih, sunyi itu lekat dengan cinta
dari sunyi, kupu pertamakali menjajal cinta
dari sunyi, pertamakali aku menulis cinta
dari sunyi, perkenalanku padamu bermula
dari sunyi, Tuhan menciptakan cinta
mungkin saja benar, mungkin saja salah
yang aku tahu,
ketika asap dupa rindu yang ku bakar memasuki pintu kamarmu
kau masih melelap dalam,
tapi jari-jari kudukmu telah menari bersama aroma rempah pembunuh resah
pori kemesraan menghisap habis sisa-sisa entah,
lalu..
tanpa paksa, di atas ranjang sunyi
cintaku meniduri cintamu
08 Januari 2010 jam 14:23
Senyum puisi
:huhi
Berapa lama detik mengendap pada waktu
mendaki, mengitari, meningkahi, kadang menyusup pada sepi
lalu membuka portal pada gang-gang yang buntu
yang tiap dinding-dinding tepi gang
ramai manusia menggambar bayanganya sendiri
dibuatnya sempurna: bermata tiga, bertangan tiga bahkan berkaki tiga
lalu siapa yang senyumnya benar-benar puisi?
Detik kembali merayap mencari waktu
membuka, membaca, mencerna, kadang putus asa
memasuki rumah tua menuju angin tak bermata, dungu
didapatinya lelaki mengikat diri pada pohon meditasi,
yang konon telah menikahi sunyi
Lihat: diperamnya beribu kata pada sarang yang sempurna
lalu siapa yang mengelak, senyumnya adalah takdir puisi?
11 Januari 2010 jam 17:05
Penerjemah sunyi
:dedi PS
sayap sayap yang kau bentang
sayup membentur gendang telinga malam
mengajak bidadari terbang
menyusuri tingkah dalam diam
menjemah sunyi
Tuan, tutun aku gagahi sepi tersunyi
13 Januari 2010 jam 13:22
Kutemu pesan sebatang keretek dalam gelisah
Sebatang kretek gemeretak kuhisap dengan pesannya
tanpa ada secangkir kopi sebagai sejoli dalam kepul harum.
ah, apakah pagi selalu begini?
selain membawa asap menempelkan gigil pada ariku
halimun mengisi telaga mata gadisku
persiapan untuk pelangi sore hari, mungkin
pelan-pelan
matahari mematuk cangkang fajar, tampa berontak
bukit-bukit membukakan pintu demi hijaunya
lahirlah, senyum dalam cumbu
ia tak seperti aku.
Matahari tak dituntut merangkaki waktu
ia mencari pegangan sendiri dengan jilatan lidah kakinya
berjalan gemulai.
kau tau aku?
aku bergantung pada waktu yang siam, diam
terkadang pelangi yang kutunggu menjadi murung
bahkan tak sekedar senyum
kemana magismu wahai syair,
tenggelamlah di telaga mata gadisku yang membutuhkan warna untuk pelangi
dan gincu senyum!
Sebatang kretek tuntas sampaikan patahan pesan
tanpa keluh kesah, lalu ruhnya terbang menuju gua, entah
aku masih gelisah
16 Januari 2010 jam 9:31
0 Komentar:
Posting Komentar
Berlangganan Posting Komentar [Atom]
<< Beranda