Sabtu, 17 April 2010

.. III

Rantau

Sebatang rokok kita hisap bersama
saling menghiasi bibir dengan lipstik merah jambu hari
mari berfikir sejenak, aku menjadi kau dan kau menjadi aku

kita tertawa kembali setelah diam cukup lama
sedikit acuh pada ransel yang menjerit tanpa isi
lalu berfikir lagi, langkah waktu dalam deru

28 Desember 2009 jam 17:06

Puisi sederhana

:fitri

Darimana datangmu?

seketika suara jantung mengerat tanya.
seolah takdir telah mengail kita dengan umpan senyum
lalu kita menggelepar dalam udara maya
tertawa sedikit, puja-puji selangit

kita memiliki waktu itu
bukan hanya sepuluh menit yang aku pinta ini
bercengkrama pada kata
menapaki setiap asmara diri, berbagi!
kembali tertawa sedikit lebar!, puja-puji semakin mekar

sekarang aku tahu darimana datangmu!
dari hari yang melangut, bukan?

29 Desember 2009 jam 8:58

Cinta monyet

Aku selalu menunggu senja yang jingga
tanpa mendung atau apalah yang memudarkannya
karena jingga membungakan hati
diterpa semilir angin lalu nyiur melambai

akupun selalu tersenyum pada cermin
menata rambut bahkan mimik muka ku tata serapi mungkin
mengenakan parfum milik mama
lalu mata kukerling pada mataku disana
ahai.. aku telah tampan rupanya

mulai mengendap pada kamar ayah
seolah matang caraku menyusup
ku raihnya senjata utamaku "kunci motor"
haha.. mari beraksi.

cepatlah senja kau menjingga
tak sabar aku membaca matanya
gundah degub hendak mencuri senyumnya

cepatlah kau sajikan manisnya padaku
aku yang menampang di bawah randu
menunggu waktu melewati jalan itu
biar sepi lalu lalang di sini
dan hatiku sumringah sendiri

Tibalah waktu itu
seorang gadis mengayuh senyumnya padaku
kemayu dibias asmara
lalu aku menunggang kuda hati
degab degub..
gadis lambaikan cerita pada jantungku

Biarlah kukantongi senyummu gadis
mengundang waktu yang panjang untuk lelap
kita jumpa lagi esok
semoga senja kembali berpihak.

ah.. kini segala adalah cerita yang tak ku lupa
membuatku tersenyum sipu malu
bahkan mungkin kau pun begitu, gadis!
mari kita tersenyum pada waktu
"cinta monyet"

29 Desember 2009 jam 20:46

Berita: duka kita

:Gus Dur

Satu tiang langit kembali diturunkan

31 Desember 2009 jam 7:35

Gelepar kucing dan senyum perempuan takdir

kucing mengeluskan bulu
melingkari sepi,kosong

detak semakin nampak gelepar
mengadu pada lembar bibir malam
diam semakin melagu

"jangan mengeong dulu"

perempuan itu tersenyum
merajut seutas tali, melilit harinya sendiri
nafasnya semerbak kesturi
lembut meminang Tuhan pada hati

kucing terdiam malu
menangis pada tubir mata sayu
mengetuk nadinya pada ketika,
berjanji untuk mengingkari
kembali berjanji
mati

"kemarilah" perempuan itu memanggil!

kucing gelepar terkapar
membakar sekujur takdir

02 Januari 2010 jam 8:53

Perjalanan

Kuselip karcis hidup pada waktu
selesai mengukir cerita untukMu

06 Januari 2010 jam 10:51

Cambuk hari

kabari aku lagi, cambukmu, wahai hari
kata mereka kau membuat teguh peluh yang mati
dan sering kali cambukmu menjelma asri kemudian hari
maka kabari aku lagi

seperti kemarin, lagi
kau mengajakku berdansa pada tubir bunga
menitinya tanpa kembang rebutan kumbang
yang hanya pasrah saja
mendesirkan kabar bintang termakan kunang

kabari aku lagi, cambukmu wahai hari
agar kelak kita mengabadi bersama mimpi

06 Januari 2010 jam 17:01

Dari sunyi

Aku mendatangimu dalam lelap yang dalam
membawa sepiring sunyi,
ah tidak, itu tak berbatas jarak, mungkin

katanya sih, sunyi itu lekat dengan cinta

dari sunyi, kupu pertamakali menjajal cinta
dari sunyi, pertamakali aku menulis cinta
dari sunyi, perkenalanku padamu bermula
dari sunyi, Tuhan menciptakan cinta

mungkin saja benar, mungkin saja salah

yang aku tahu,
ketika asap dupa rindu yang ku bakar memasuki pintu kamarmu
kau masih melelap dalam,
tapi jari-jari kudukmu telah menari bersama aroma rempah pembunuh resah
pori kemesraan menghisap habis sisa-sisa entah,
lalu..
tanpa paksa, di atas ranjang sunyi
cintaku meniduri cintamu

08 Januari 2010 jam 14:23

Senyum puisi

:huhi

Berapa lama detik mengendap pada waktu
mendaki, mengitari, meningkahi, kadang menyusup pada sepi
lalu membuka portal pada gang-gang yang buntu
yang tiap dinding-dinding tepi gang
ramai manusia menggambar bayanganya sendiri
dibuatnya sempurna: bermata tiga, bertangan tiga bahkan berkaki tiga

lalu siapa yang senyumnya benar-benar puisi?

Detik kembali merayap mencari waktu
membuka, membaca, mencerna, kadang putus asa
memasuki rumah tua menuju angin tak bermata, dungu
didapatinya lelaki mengikat diri pada pohon meditasi,
yang konon telah menikahi sunyi
Lihat: diperamnya beribu kata pada sarang yang sempurna

lalu siapa yang mengelak, senyumnya adalah takdir puisi?

11 Januari 2010 jam 17:05

Penerjemah sunyi

:dedi PS

sayap sayap yang kau bentang
sayup membentur gendang telinga malam
mengajak bidadari terbang
menyusuri tingkah dalam diam
menjemah sunyi

Tuan, tutun aku gagahi sepi tersunyi

13 Januari 2010 jam 13:22

Kutemu pesan sebatang keretek dalam gelisah

Sebatang kretek gemeretak kuhisap dengan pesannya
tanpa ada secangkir kopi sebagai sejoli dalam kepul harum.

ah, apakah pagi selalu begini?
selain membawa asap menempelkan gigil pada ariku
halimun mengisi telaga mata gadisku
persiapan untuk pelangi sore hari, mungkin

pelan-pelan
matahari mematuk cangkang fajar, tampa berontak
bukit-bukit membukakan pintu demi hijaunya
lahirlah, senyum dalam cumbu

ia tak seperti aku.
Matahari tak dituntut merangkaki waktu
ia mencari pegangan sendiri dengan jilatan lidah kakinya
berjalan gemulai.

kau tau aku?
aku bergantung pada waktu yang siam, diam
terkadang pelangi yang kutunggu menjadi murung
bahkan tak sekedar senyum

kemana magismu wahai syair,
tenggelamlah di telaga mata gadisku yang membutuhkan warna untuk pelangi
dan gincu senyum!

Sebatang kretek tuntas sampaikan patahan pesan
tanpa keluh kesah, lalu ruhnya terbang menuju gua, entah
aku masih gelisah

16 Januari 2010 jam 9:31

Rabu, 14 April 2010

part II

-Hausku dan laparmu-

Lelaki kecil bertubuh belulang buka pintu,
aku haus ibu
aku lapar..

wanita renta bergincu ragu,menyulam kata
sabar anakku
minum dulu air matamu
makan saja sisa jantungmu
ibu masih sibuk melilit perut dengan malu

lelaki kecil bertubuh belulang menangis tak berairmata
aku bosan ibu
airmataku telah hambar
sisa jantungku tak cukup reda lapar

wanita renta bergincu ragu,beranjak gemetar
baiklah anakku
tunggu..
ibu sadap langit
ibu masak batu


13 November 2009 jam 8:33

-sajak nasihat buat adik-

:buat Ticka betti

Sebenarnya aku tak paham isi smsmu itu;

apa yang kau pikirkan dik?
hingga begitu lara yang kau tampakkan,apa itu laramu?
sudahlah, air mata hatimu terlalu mahal menangisi kesia-siaan.
seperti derai-derai yang kau ciptakan sendiri

lihatlah, bintang memiliki warna-warni, sedang bulan hanya sepi
tengoklah, langit indah,sedang bumi mulai lunta diciumi serakah
bintang takpernah sedikitpun mencibir bulan,bulan takpernah meminta menjadi bintang
langit takpernah sembunyi dari air mata bumi (meski sekedar berkaca),bumipun selalu menyanjung langit
karena itulah tugas mereka,menghibur dan mengajari kita

dengarlah dik..
jangan kau berlama-lama tengadah,karena matahari begitu menyengat
jangan pula kau terperam di renung,kakimu kan tersandung
tataplah pasti langkahmu,syukuri itu
ini semua sudah suratan takdir ilahi

Maka ni'mat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan (Qs:Ar Rahmaan 13-14)

ku harap kau mengerti dan memahami semua! amin..

13 November 2009 jam 18:35

-sepasang merpati dan sebotol minuman berkarbonasi-

untuk: sulis gingsul


Sepasang merpati dan sebotol minuman berkarbonasi



Angin terlalu tajam menatap mataku dan matanya
......
terlenalah sepasang merpati putih
menukik lemah di ujung senja

airmata kita curi...
telah tersuling di gingsulmu malam
memanjang dikilau pedang
cecap tetes yang memabukkan

botol minuman berkarbonasi,itu?
menulis sendiri diliuk kepayang

kembali bertanya pada hati..
inikah jalan pulang?
waktu yang berserakan.

14 November 2009 jam 12:03

-tukar doa dengan rahmat-

pejam mata
masuki lumbung cinta
pelan-pelan
di bibir merahmu

setelah aku minum haus saudaraku
setelah aku lahap lapar kaumku

buka hati
ciumi sujud tangis
sayup-sayup
di kening sucimu

secarik, kuajukan cerita aduanku
selembar, kugeleparkan nasib ibu

di istanamu itu,tempat mengucurnya jawab atas tanyaku

pejam mata
buka hati
tukar doa dengan rahmat.

SumberKalong.14 November 2009 jam 16:37

-kisah sepenggal (perantau)-

Aku pergi, ma!
terpetik air mata
pecah tetesnya di teras merah muda
jadi sepatu,jadi ransel
doa mengasap,aku sepi lagi
menenun baju,menjahit celana
pakai jika lapar

aku melangkah, ma!
pakai sepatu birumu
gendong ransel transparanmu
kulihat hutan-hutan lebat
lorongnya seok-seok
supirnya handal,katanya!

hampir sampai, ma!
disini dingin akan rindu
pakai baju tenunanmu
celana ku kenakan separuh saja
kereta mulai melambat
menuju terminal,apa?

aku sampai, ma!
bertemu sepatu yang sama
tatapan mereka seperti ranselku,transparan saja
baju saling jabat tangan
mama,ibu,ummi,bunda,emmak
celana kenalan, diruas jari hingga hati

aku tidur ma!
bangun kepada mimpi
lelap kepada mellek
sama-sama berpelukan sepi
bulu-bulu poni berpesta rindu

ini janjiku, ma!
tak menangis
tak meringis
tak pula bengis
kami sama-sama, ma!
mama,ibu,ummi,bunda,emmak
sepatu,ransel,baju,celana

rinduku, ma!
pagi-pagi yang buta
berangkat lagi payah bersusah
domba-domba tak diarak
tau juga jalan pulang
setelah batu diasah jadi emas

mama!
bilang pada hatiku
masih digantung kan?
di balik pintu cinta
jangan sedih,sebentar lagi kujahit lukanya.

aku pulang, ma!
naiki perahu rindu
dayung mendayung di sungai peluh
yang meluncur deras dari langit

sambut aku, ma!
aku bawa cerita
aku bawa mutiara
aku bawa rindu sepi
aku bawa benang (untuk sambung hidup).


untuk mamaku dan istri tercinta


malang. 15 November 2009 jam 8:16

-kau atau aku-

Selalu saja kau tikam jantung tampa ampun, pisau tertempa kejam sepi.
Tujah tepat di mata picingku,pada hati yang berwarna rindu,bersayap merpati putih itu.Dan siapa yang membawa lara, menutupi bulan menjadi sabit,menggorok leher malam yang pasrah saja.Kau atau aku?

Telah aku suling air hujan yang tangisanya hujan itu, menjadi senyum kepayang memabukkan takdir, diwaktu yang berserakan.kapan kan rampung rajutanku atas gingsul malam sebagai pemanis buatanmu. kau atau aku?


kita saling bertanya, bertatap masam.Bintang memetik sendiri tubuhnya yang pecah pasrah menjadi dupa, mengasapi tajam mataku dan matamu!,perindu.. kau harus rela ditiduri malam, menusuk diam dengan matanya yang tajam.kau atau aku?

15 November 2009 jam 18:58

-Nia (seandainya)-

Kapan datangi pelangi,lagi?
disana peri mandi
tempat jaka tarub intip, curi sayap
hingga dia menjadi hebat
sungguh beruntung,katamu

adakah aku tak seberuntung itu,Nia?
yang telah intip sayumu,curi gingsulmu
aku sungguh beruntung,kataku

Nia itu selalu berandai-andai..
"seperti apa surga itu,ya?"
"banyak sekali orang memimpikannya,padahal mereka tak tau seperti apa surga"
"andai surga itu seperti hidungmu,tentu sangat jelek",katamu
"tapi aku tetap memimpikan surga itu,karena aku istrimu,hehehe"
"seperti pelangikah surga itu?"
"pantas saja,mereka selalu mengandaikan surga itu keindahan"
"aku ingin mendatanginya,karena itu keindahan",katamu!
"tapi,jika surga itu seonggok upil?"
"apakah mereka masih memimpikannya?"
aku diam,senyum-senyum sembunyi dari bulan.

ah.. aku merindukan pelangi tempat kita bercinta itu,Nia


malang.17 November 2009 jam 9:09

-Peri Peri gerbong tua (perempuan parbaya)-

Perempuan parbaya
bangun di senja pagi
ambil seribu cerita
hendak mandi di kali
ikan-ikan jilati getir tadi siang
biar mantab ini malam

telanjang di tepi batu
peri biasa mandi
kanak-kanak intip di balik lancip kerikil
bapak-bapak endus wangi, landai dari balik musholla
ibu-ibu mencium bau anyir dari sela giginya

tuntas menggantung asa di akar beringin
bilas perih di bebatuan
mengalir perih di riak kali hati
baluti telanjangnya di remang
perempuan parbaya,menggoyang pinggulnya

bersolek dengan kerutan di dahi
gincu merah menyala yang dibeli murah
menghiasi garis-garis bibirnya yang tebal
jantung hati cium tangan hendak mengaji
di senyumnya yang indah,kalung menyala alif lam mim
suami menunggu gelisah di ruang tamu
secangkir kopi sisa,sebungkus tembakau yang pesing
gemetar hendak hantar istri bermimpi lagi

selesai berdandan
buka pintu kamar
siap-siap senyap
jantung hati mengangkat azan kumandang
memecah gendang telinga malaikat
"aku berangkat nak"
suami menggandeng hatinya pelan pelan

tibalah di gerbang gelap dan terang
sebenarnya remang
gerbong tua
suami pergi cari kopi
perempuan parbaya masuk gemulai
hatinya lunglai
mata belang-belang,menjulurkan lidahnya,suliva busuk.

"ayo antri", kata perempuan tua
pantatnya bisulan,hatinya kudisan.
ah.. putri telah datang
bikin selir bersungut-sungut

masuk dalam gubuk
pangeran loncat pasang kuda-kuda,lupa istri

entah.., sekuat apa gubuk itu
tiang-tiangnya tebuat dari nafsu
atapnya dibaluti dengus biru
dinding-dindingnya dari impian menyala-nyala
terasnya dari serakah penghianatan

lelaki keluar, hidungya masih belang-belang
lidahnya tak menjulur lagi
suliva tetap busuk
perempuan parbaya menuju pancuran di pipi malam
bersihkan getah
bersihkan sampah
bersihkan lintah

dari getah itu lahir senyum buyung
dari sampah itu secangkir kopi tersuguh
dari lintah itu cerita menuju benang merah.

kapan kokok kau datang
perih lepas ku peras..

17 November 2009 jam 20:00

-Peri Peri gerbong tua (gerimis)-

Gerimis jamu sepi
suguhi hangat
di balik selimut beledu
di harumnya kopi susu

inilah pipi malam sunyi
di stasiun yang mati

Ada peri pada pintu gerbong tua
sayapnya patah sebelah
kakinya tertancap di karat waktu
menghisap harapan pelan-pelan
sebulkan gelisah dari tajamnya pekat
kapan kucing pembawa benang datang?

agar ada senyum
agar ada cium
agar ada hidup
esok siang redup

19 November 2009 jam 11:11

-Peri Peri gerbong tua (kuku lalang)-

Selaput rawan pecah di kuku lalang
tetenda putih dari kulit awan
tiang gardu di dentengkan
tanda awal kehidupan

muncul dari ubun malam
sembilan peri bawa tisu
bibirnya repih
menggulung asap dupa

Arjuna datang,katanya!
siapkan mahar,tawar-menawar

penaku yang beruban
hidungnya tak lagi tajam
rindingnya belum mampu sepi

terjadilah di tunggang waktu
tinta pecah menggambar wajah peri
di tembok renta

Aku tutup sepi diam-diam
hati pergi
dibawa kunang-kunang

20 November 2009 jam 12:41

-Hujan dibalik batu-

:Hudan Hidayat


Di sudut kaki
sepi bicara sendiri
mericik air sececap
memecah kening malam

Rindu 'tlah khianatiku
patah genting
pecahkan ranting
Hati repih

Daun jatuhkan jantungnya
di bibir seribu indera

ijinkan aku petik secarik rindu dari langit langit bulan
atau aku curi diamnya yang sepi itu dari mimpi

kau menjadi hujan di balik batuku

24 November 2009 jam 12:25

-petikan rindu nia-

Oleh; Fitrania T.A


Di hembusan angin biru
jejari gemetar
melukis raut wajahmu
hadir debar tabir

entah berjuta juta kata
ku gubah pengganti rindu
bisu menyeru

tengoklah!
jika tak mampu
liriklah..!
aku berada di kursi
dekat pintu
memandang takdir menyesak
disini
di biji hatimu

sebisik tertitip doa
aku mencintaimu..

sekarputih.2009


(Petikan rindu saya terima ketika saya duduk termenung memikirkan istri.. hehehe, tiba-tiba ada sms dari istriku berisi petikan rindu ini.Istriku terima kasih.. kudengar cintamu di biji hatiku.. BISMILLAH)

-vakum-

Lahir malam
dingin menusuk sepi
pecah jerit perih
raga bertanya
pada nama
pada nyala

dimana kau simpan penaku?

puisi gamang
sajak murung
waktu jalari api
layu di ujung bara

lolongku bisu di peluk bulan
hati resah merah.

Anak kata
gagap kata

28 November 2009 jam 13:38

-sebuah senyum dari tangis-

untuk kakakku:Ratna Munawarah

Tulis perih
sedih dari gedung putih
terbang menaiki awan
tatap kosong pada bulan
merah.. kembali di linang

hanya warna biru,pintaku
menjadi rumput
menunas hijau dari cangkang
dan kuberi nama indah

hanya biru, bukan hitam ini.

Entah janji apa
Aku dengan Tuhan
sebelum kususup daging
menjelma seribu sempurna

hanya biru itu, bukan hitam ini.

Tak ada tuhan
ketika itu..
air mata diperas pilu
kantung mata
melintah hisap darah

sungguh
waktu ini api
membakar rongga rasa
tampak bara ragu
masihkah aku kekasihmu?

ah...
datang malaikat itu
peluk hangat dekap
dari sayap perak
"Aku diutus Tuhan
ikatkan ketabahan
di hatimu"
sungguh bening

Suara bening itu
setulus itukah?
riciknya percik
dada berpelangi

kemarilah
coba gelitik bulan
dia tak diam
tawanya nyalakan bintang
ini rahasia

ambil celah putih
masuki dengan jiwamu
longok dari jendela
terhamparkan?
di luar sana
sebuah rencana
bangun istana untukmu

suara bening itu
semakin kawini senyumku
lupa sedih
di rencana
sebuah rahasia.

Kami sepasang burung
ya.. hanya sepasang
meloncati ranting ranting
bahagia
tabah hingga,
ranting berbuah
dari rencana
kuberi nama indah..

aku tersenyum tabah.

30 November 2009 jam 12:46

-penghuni simpang asa-

Seorang Ibu

Lusuh kemarin
masih,
menciumi pagi.

Tangan ini
kucuci semalam
terbacam sepi
mantra api.

Garis ini
cermin jiwa
saat kerut mentari
menetak,
beras kupetik

ah.. ada asap
ketika senja terbuka
kuda mendengus, tak suara
di hirup dalamdalam
ditata rapi..
sepeti mati

Seorang Anak

Pakailah kerudung ini..!

o.. cantiknya
matamu nyala
mahkota
sedalam redupnya mata

pakailah sendal ini..!

kau semakin tinggi
berambut merah.

Senyummu picisan
di balik sendal
bukan sepatu


Seorang Pemuda

Laguku..
ciptaan angin
petik senar getir
iringi cengir

Nadanada alam
pecah terlindas
di kakikaki kekar
roda hitam kelam

tatto cacing
geliat hidup
di tangan legam
karya mentari

Asa kutindik di bulan
gelantung serak kerongkong
durinya bisa
bunuh sengat hari
esok mabuk lagi


Seorang Tua

kaki hentakkan debu
simpan di teduh
sebentar lelah
makan endapan hati
seloki peluh
mabuk teguh.

Biar aku hisap dulu
kentutmu kuda
mati rasa

aneh..
garis sedih
gores,menguas wajah
tiada acuh
mengacuh mata
mereka
penunggang kuda
tertawatawa.

Seorang Gila

Rambut gimbal
misteri rajutinya
pelanpelan
tajam matanya
tertawa
Firdaus.. Firdaus.. Firdaus
kau gilakanku.

01 Desember 2009 jam 10:35

-vakum ii-

Diam pena retak.Pecah sesekali mengeja makna "di tiduri dan meniduri",senja bertongkat buta pada malam, meraba dungu sunyi menyulap mimpi, mati titik kata.

Bulan:
kutaruh jantung tepat di bibir matamu

05 Desember 2009 jam 7:52

-aku ingin menghidupkanmu-

Sebenarnya kau telah hidup.Aku tahu itu.Tapi, aku ingin menghidupkanmu dari hidup.Aku mulai pasang ranting dan daun,aku pasang warna yang aku suka dan kau suka.Tak perlu ku bentuk tubuh,karena kau tubuh.Tak perlu kubuat serabut akar,karena kau akar.Lalu aku tiupkan retakan-retakan jiwa ini padamu.Aku siram dengan mata air kebenaran,aku beri bunga,aku beri tangan dan aku pasang rekaman.Agar datang seekor lebah memelukmu sendiri, dan esok pagi mengajak temannya bernyanyi di tubuhmu.Agar kau tak sepi dan jiwamu mandi lagi.Kau menyimpannya?

Aku ingin menghidupkanmu.Memberimu manik-manik pada baju yang lusuh.Agar kau tahu nikmatnya pengap pori-poriku,agar kau tahu amis dan manis peluh yang mereka peras saban hari,agar kau tahu kulit mata yang hitam itu lelah menjadi putih,agar kau tahu, aku ingin menghidupkanmu dari rasa yang malam ini.Agar kau tahu duniamu sepi, yang jejarinya tertempa tajam pedang.

kata:
Aku ingin menghidupkanmu agar kau membunuhku,segera!

06 Desember 2009 jam 12:26

-derap tanpa jejak pada sayap tak berkepak-

Peri kakinya geli
mondar-mandir
kesana-kemari
colek teman
senyam-senyum

hey..
Ada yang tampan
mulutnya pahit
kunyah malam
derapnya tanpa jejak.

Mantan peri
duduknya mantap
kadang geli sah!
rambutnya basah
air ma! tanya?
ragu menangis sedu
sayapnya tak terkepak.

06 Desember 2009 jam 12:32

-nonet-

UNTUK AYAH

/1/
Betapa keras kau bimbingku
dari jalan kian buntu
beriku pelajaran
dari semangatmu
cinta kau toreh
tujah tepat
di kantung
mata
ku

/2/
Merah itu haruslah merah
atau kau terus menyerah
putih harus kau titih
sebelum merepih
hentikan detak
jantung ini
katamu
pada
ku

/3/
Betapa peluhmu menyungai
menapaki tiap resah
merajut jalan hidup
meskipun kau perih
tertatih-tatih
banggalahku
padamu
Ayah
ku

06 Desember 2009 jam 20:33

-sajak untuk sahabat-

Melinting cerita
menggigilkan rasa,apa?
aku dan kau terperangah
kau dan aku mencair, pada
candacanda benak kita
menjadi bangku tanpa nama
papan yang kosong
melolong begitu saja.


Batu kita ukir pelanpelan
sepi,sepi,sepi
dan gericik air mewarnainya
berwujud pelangi
meminum renda pagi
disapa diam angin
kala itu,
kita telanjang
pasrah dijilati matahari.


Masih lekat cumbu itu
kita telisik rambut masing-masing
penuh kutu keangkuhan
berjejer di kening ke-AKU-an
dan kita mencuri hangat
seekor kadal yang berjemur
acuhkan cerita kita.


Semakin handal rasanya
kita nyalakan hari
menghirupnya dalamdalam
tanpa mengeluarkan keluh
karena sebuah tawa yang pecah
seketika.


sobat..
waktu ini semakin panjang
karena kita mengulurnya
tanpa batasan waktu
kadang aku buka laci kelam
memandang batu kali
terukir nama kita
entah dengan huruf apa
bila diraba akan muncul
lenguhlenguh angkuh
atau pada bunga-bunga liar
yang kita rangkai
pada lelumut resah
harumnya tak mengering
menusuk ingatan.


Aku ingat ketika kau pucat
hari itu,hari apa?
hingga aku terpesona pada pucat
dan ikut meniup lembarnya
semakin memaksaku menumpahkan tinta
"ini warna kelam", katamu!
disana tertulis.
lebih tepatnya tercoret
kisah ini pada kisah bisu.


Tanpa tanggal
nihil bulan dan tahun
sepertinya detakpun tak berjam
jari kita melangkah gontai
menempatkan jejak
di dedaunan bambu


"aku ingin menjadi presiden atau dokter"


ah.. seringku terlalu lena
pada cerita kita itu
seakan kemarin
kita menyongsong kebengalan
dalam rengkuh angkuh

sobat..
aku telah menjadi presiden itu
merangkap jadi dokter
presiden pada diri
dokter pada hati
dan aku telah menjadi pemandu sorga
bagi istriku
alhamdulillah.

Semoga kau masih ingat, sobat!
dan kita masih bermesraan dalam hati
sampa benarbenar mengerti
arti kemesraan ini
dan persahabatan sejati.



Teruntuk temanku semasa SMA, Arjasa '02

malang.2009

-anyir malam di tubuh senja-

Aku cium anyir malam dari tubuh senja

:bisu pena

Setelah ku gantung jantung
pada bibir bulan

kini detak nadi
menjadi tumbal endapan bintang

malam:
kau curi tinta darahku

12 Desember 2009 jam 15:36

-tepak tepuk bibir hari-

Bakar dupamu
dikepakan sayap doa

bakar umurmu
di ujung terang harapan

peri-peri menari
tepak tepuk setangan senyum

doa tersebul pelan, meminta apa?

bakar umurku
diwarna-warni yang putih

tertiup nafas harum
bibir manis

satu umurku mati
esok nyalakan lagi
sisa syukurku

21 Desember 2009 jam 16:02

-Haiku-

Haiku:IBU

Seolah awan
giring ribuan asa
:Berkisah pasrah

haiku:sahabat

mengikat hati
berbagi duka lara
:persahabatan

Haiku: SELAMAT NATAL

Bintang benderang:
Tawa riang gembira
rayakan Natal

-curhat-

CURHAT

Berawal dari senja yang menapaki imajiku pelan, gerimis menyentuh resah begitu lembutnya. Terbang seekor entah menyambar lamunku membawa kata-kata lucu, aneh ah apalah itu, sangat jingga menemuiku. Ada bias-bias pula mewarna-warnai seolah pelangi namun lebih indah menurutku. Mengepak sayapnya seperti lengan kupu-kupu yang indah itu, menghadirkan angin halus. Terasa sekali semilir bayu hadir menyihir dengan aroma anyir sepi membentuk bulir-bulir hujan menjamu aku yang kering kerontang. tersenyumlah bumi ini yang telah lama membatu pada bisu.

Waktu, seolah kau talah membuat jalanku semakin singkat saja. Sekelebat bayang saja aku telah sampai pada kepuasan cerita. cerita yang aku susun penuh ragu dan ragu seperti telah berklimaks pada kata-kata itu. Dedaunan lan hijau menyapaku yang memandang rendah diriku sendiri. Hai.. seperti syair-syair kalbu mengalun sempurna membuahi cerita menjadi cerita. Hai itu hadir bagaikan raksasa memegang busur yang cinta siap menerkamku. Hai itu tepat pada hadapku mengepal tangan wajahnya biru serupa hulk yang perkasa. Hai itu menggendong tumpukan kertas-kertas sajak yang terbuang dari garis kedewaan. Hai itu bermahkota lipatan puisi yang teranggap gagal ditaring serigala. Ada apa dengan Hai.. ini?

"kemarilah". Hai menggamit tanganku
"tengoklah sajak-sajak ini, telitilah puisi-puisi ini
adakah sisi-sisinya yang salah?
adakah dosa pada tinta-tintanya?
ini hanyalah pembunuhan keji, pembunuhan sadis yang terjadi.
apakah adil, jika rakyat yang memuja-puja Dewa terbunuh oleh Dewa itu sendiri?"
aku hanya terdiam memeluk kekecewaan yang kian membekap.
"sudahlah, tak perlu kau kecewa! ada Tuhan" Hai.. mencabut gundahku.
"kau ikuti saja langkah-langkah biru itu, menuju keramaian sajak dan puisi yang konon terbuang dan gagal itu, melangkah saja pada pesta meriah dalam dirimu yang dipicing mata mereka picisan. disanalah kelak kau temukan kekayaan yang abadi" katamu!
"Bayangkan", Hai.. menatapku
"petani mencangkul tanah.. tumbuhlah padi.. padipun digiling menjadi beras.. beras diolah jadilah nasi.. nah, marilah dan silahkan menikmati.. Bersama dan terus bersama maka lapar itu tak akan ada" Hai senyum pada ceria yang mulai meriasi wajahku.
Tiba-tiba saja aku tak lagi menjadi ranting kering itu, karena bintang mulai menunas dengan cepat pada imajiku.

Angin mengajaku bercinta, biar lahir puting beliung. "tidak" kata burung itu yang memancarkan cahaya halus bulu-bulunya "kita akan menjadi Tornado yang santun namun melantahkan kedengkian-kedengkian. Kita akan menjadi laskar berani mati membawa pedang kata yang menyala tajam pada tiap matanya, menebas leher jantung kecongkaan para dewa bersayap yang konon terbuat dari emas itu."

Aku tak habis pikir. Mata kami yang mengabur dan guratan kita yang rapuh telah menjadi jari-jari senja yang menulis garis-garis dikerutan daun yang benar-benar hijau. ini berkat Hai.. ini karena Burung itu.. ini kerena Tuhan. Semoga setiap perjuangan itu menjadi senyum pada tiap pandang dan makin mewarna-warni senyum mengecup langit tertinggi.

"Hai..kini kutahu kau adalah Tuhan."

bondowoso.2009

25 Desember 2009 jam 17:20

-bercinta-

Membuka indera bisu
ajaki bercinta seretak pilu

pasrah saja
mendung menguliti asmara

Angkat tangan
gapai sepi pembaringan

mimik kata itu
gagap gagahi sembilu

26 Desember 2009 jam 16:58

-sajak malam minggu-

Malam minggu kemarin aku mengajakmu menuju taman itu
membayangkan, kita menjadi bunga sepatu di pinggir kolam
tentu saja sunyi menjadi arwah gentayangan, mengajak tatapmu itu
"tapi, ah.. kita buat saja pintu pada bulan itu", katamu!
"lalu kita menjadi angsa warna-warni, berenang di awan itu."
senyum kita semakin mengikat kemesraan.

Malam minggu ini, hanya mengingatkanku pada taman itu
tak ada kamu yang biasa ku ajaki berandai, menjadi bunga atau angsa
malam ini sepi telah menjelma tubuhku sendiri, memaksaku bergentayangan pada bayangmu.
padahal sayapku telah siap mengepak, dan telah rampung ku buat pintu pada bulan.

26 Desember 2009 jam 18:31

-tulisan dalam kertas kotak-

Tulisan dalam kertas kotak kotak: coretan Buyung dalam cerpen Peri-Peri gerbong tua

Pelacur itu apa, bu?

teman-teman sering menempelkan kertas pada punggungku diam-diam dengan tulisan "Ibuku pelacur"
lalu mereka kompak tertawa sampai menangis dan muntah

apakah ibu pelacur?

Kenapa ibu pelacur?




dari ku buat ibu, Buyung anak Ibu.

27 Desember 2009 jam 12:36

Selasa, 13 April 2010

Surat rindu untuk Nia

Teruntuk belahan jiwaku
fitrania

fajar yang kita pahat
telah melahirkan asmara
membias dari ujung gunung
sinar itu dari langit


Dinda..
telah satu bulan kita bercumbu di rindu, yang kita datangi dengan ikhlas
tapi aku tak tahu waktu yang kita tempuh akan mengikhlaskan semua.
apakah kabarmu disana? masihkah jejakku di tubuhmu terbekas dalam?

Dinda..
belahan jiwaku.. yang mendinginkan panas menyengat ini.
aku harap kau baik baik saja, begitu juga jejakku kau rawat indah di tubuhmu.
maafkan aku, dalam waktu dekat ini aku tak bisa pulang sekedar mengecup kening rembulanmu, maafkan aku yang tak seperti kebanyakan, mengantarmu belanja, menungguimu memasak, mengajakmu bercinta tiap malam, maaf, maaf.

Dinda..
apa kau senang dengan ini semua?, apa kau tentram dengan syukurmu itu? mudah mudahan selalu dan Allah menjadikan sholehah sabarmu akan aku.dinda, semalam aku tak sengaja nonton televisi dan kulihat sedang menayangkan profil presiden kita itu, sepertinya tak jauh beda dengan kita, dia meninggalkan istri tercinta beberapa hari setelah menikah demi tugas negara, hehehe.. aku masih ingat sms dari kamu itu "sama-sama jihadnya dengan sampean,insyaallah".
apa yang kau simpan dinda, apa yang kau peram.. hingga sabarmu mengalirkan airmataku yang sepi.

Dinda..
apa kabar mama? masihkah dia membuat kue kesukaanku?, ah.. mama selalu membuatkan aku bintang yang indah dan renyah.kau belajarlah sama mama, belajar memetik cakrawala dan saring dijaring ahlakmu, kau pilih sebagus bagusnya bintang itu,simpan untukku, agar jika aku pulang kau restui kecupan mesraku.

11 November 2009 jam 8:12

Dinda..
sungguh kata-kata rindumu menjadikan aku sepi,aku menjadi bahan tertawa malaikat-malaikat itu, "pemuda yang beristri serasa tak berbini" hehe.., tapi aku mengggapinya dengan senyum yang paling kau suka.Disini sering sekali mendung melanda,hati yang telah diperam rindu, kata angin.

Dinda..
sungguh rindu ini.. ah, tak pernah aku membayangkan sebelum-sebelumnya, rindu yang berbeda dari saat awal-awal kita merajut asmara dulu, rindu yang berbeda!.
Tanpa sadar aku datangi malikat itu, aku berbisik dari doa, pinjami aku sayapmu wahai yang maha taat agar aku bisa belai rambut istriku malam ini, atau kau perintah buraqmu membawaku pada kening istriku malam ini jua.

Dinda..
salamkan pada mama dan keluarga dirumah, aku begitu rindu pada mereka.Sampaikan pula pada hatimu yang sepi,hatiku kan datang menghiburmu.

Peluk dan sayang selalu untukmu.

malang.2009

Ruh, akan melangkah dengan sendiri I

-Renung-
Daku takmenulis cakap kuncup hendak mekar
pula tiada senyum bulan tereja, di gemintang

lantah tertanding sayu, kekasih tertatapi
bila senyum, pasrahlah takdir bertaruk

untuk apa cipta payah payah
tak pernah pula luput bosan
esok.. miskin pula jiwa
jadilah segawan wannabe

masih dilingsut pemikiran
ranggung tutur yang kusut
"aku mencintainya"

12 September 2009 jam 8:40

-telatuk dan hujan-

duhai telatuk cintaku
puteri impian di mimpi
tak tampakkan parasmu indah itu
kerudungmu kau tanggal di mendung

juwita...
jangan hadirkan hujan
hatiku telah terbasahi ranggung cerita kita
olok saja,pendar di keningku
manusia hujan.

14 September 2009 jam 10:58

Eda etasan embun dirimbaku
menghadirkan lampau terlampaui
dan kau sebut cerita yang tak layak dietaskan

15 September 2009 jam 15:02

-penyadap kata-

Aku melihatmu menyadap kata di tiang langit
di saat mantra penorehku tumpul oleh kepandiran

inilah waktu yang terkupas

:hasan aspahani

27 September 2009 jam 14:33

-babak bacot-

Selamat malam sayang..
janganlah kembali kau bermuram,aku di sini
rebahkan rindu mu di dada ku
mari sama sama kita eban lara duka

sayang..
ayo,kita bercinta lagi

28 September 2009 jam 10:04

-perjumpaan-

Aku bertulis surat, pada kekasih

sayang, Aku telah berjumpa penyadap kata itu
betapa bahagia
sungguh kesahajaan ku dapati, di tuturnya
di kata katanya kusebut sabda dalam sajak
bukankah telah lama ku impikan itu
mencoba panjati, untuk sampai di tiang langit
oh.. dia bangkitkan puisisasi ku, sungguh
selendangnya madukara bersulam kata mutiara

"inilah, sondi penoreh yang ku lahirkan dari darah dan peluh"

dan dia petiknya waktu yang mengkal, di genggamkannya di tanganku

"waktu ini merah, jadikanlah emas"


(kembali u/ bang H.A) 29 September 2009 jam 12:52

-timbal sajak seekor musang-

;Eko esbe

Hadiah yang kau sembahkan kemarin
ku jadikan tumbal rindu pada sajak
serupa cindai, tenunan menyempurnakan

"kata yang mengawini kata"

pantas kah bersila, menjadi lilin dan dupa sembahan
tuba yang ku guyur di hatimu, telah kau saring dari pahit mu
kau suguh ku segawan anggur

aku tak menggigit hati mu, sungguh
seekor musang yang meracau, Tabik bertempik

29 September 2009 jam 13:18

waktu yang silir

Ada tawa, berceritanya selir selir
ada sedih, tangis mengalir
kaba tualang mengalun,sumilir
ah..,kujadikan saja, silir

03 Oktober 2009 jam 9:33

-sebuah karat-

Djosef R

Takut, ciut!
Di wajah, pucat merambat.
Bila ingat, liang lahat itu gelap!
Roh sekarat menggapai-gapai syahadat, ampun!
Liang lahat itu gelap!

05 Oktober 2009 jam 3:13

-maaf-

Secubit hati mu,ku kebiri
menyubak linang air mata mu
sejumput senyum kau eban!
terserak-kan diparau senja

dimana letak tuah rayu, ku nanti
tak kunjung seka tangismu
selembar maaf ku sajikan
ah.. entahlah, waktu yang mengeja?

12 Oktober 2009 jam 14:14

-Bunda ibu-

Bunda..
aku lebih suka panggilmu Ibu

kembali bimbingku
masih takut mereguk surga

selimuti ku dengan doa
membelai belai, saat radu

Ibu..
tak suka, ku panggil kau Bunda?

14 Oktober 2009 jam 9:25

pengab(di)

Lihat apa yang aku sapu di jalanan itu, bukankah sampah dari bengismu?,rakusmu?
Kau pernah datangiku,meminta minta, sehormat hormatnya! sungguh ibaku memuncak, dalihmu mendalihkan ku. kusuguhkan kau senyum yang begitu ihlas,menyalakan binarmu yang temaram.kita bernyanyi,berdansa,bertawa-tawa,saat itu.Hingga tak tahu seberapa malam telah mengantongi cerita-cerita kita.

namun apa balas? acuhmu seribu acuh,sekini!

Lihatlah,masih pengabdian palsu yang ku sapu?.Masih saja sampah itu menyampahi hati mu, beranak pinak di jiwamu.Sampai kapan kepalsuanmu memalsukan ini semua? ah... sudahlah, aku baru sadar, kau belum tuntas belajar memaknai, miskin hati mu?

15 Oktober 2009 jam 14:46

-jumpa sampai jumpa-

awal jumpa
aku terlena lirikan mata

sekian kali jumpa
aku meringkuk disenyumnya

diahir jumpa
aku kagum akan tulisanya

ah... tetap saja
ku paksa kau ucap, sampai jumpa.

16 Oktober 2009 jam 9:21

-mantra angin-

Angin angin
di belantara

pepohonan memohon
Macan menjadi Kumbang

lindungilah, aku
dari adzabMU

17 Oktober 2009 jam 8:18

-Dupa-

*
aku melihat sang pangeran berjuntai wibawa, itu kataku.
disenyum nya mengalir bahagia,haru
diangkat iya,setinggi kepala
seorang kecil yang turut bahagia,menyalakan bintang
turut pula, laki paruh baya, bertandak bahagia,bersama bintang menyala
tapi aku tak bahagia, aku hanya perajutnya,serajut rajutnya!
oh.. dupa telah dinyalakan,sang putri melambai lambai
kemarilah! kemarilah!,dia menarik dengan mantra
dibisiki nya sang pangeran
"aku akan selalu bahagia disampingmu"
kembali mereka tertawa tawa, menuju peraduan.
oh.. nyalakan dupa, nyalakan cinta, oh.. dupa , oh harta

**
dinda.. aku terasing dan mengasing di sarang walet itu
menagisku semerdu deru, ah ingin kucuri kicau itu
dan kuhiasi kau seanggun purnama.
ah,ini sederhana, sungguh sederhana?

***
ingat malam ini
saat terahir kali, kuhianati rindumu
meruak malam malam, yang dulu ranggung
inilah masaku yang mulai meng-silver,kutancap perih di hatinya,malam?
atau tak perlu kau ingat khianat ini,karena esok ku bersumpah
dan sajak ku mulai bertuah.

***
sudahlah kanda..
tak perlu kau berjuntai nya wibawa
tak perlu kau curi kicau itu
tak perlu kau harumi ku se-asap dupa
kini aku teduh disarangmu
kanda.. kutagih lagi doa,
dari kecupmu.


sbr.kalong 2009

-pagi-

Nyiur selambai, melambai
tersambut fajar, membias jingga
kehidupan meruak, di ricik sungai
pagi yang selalu ku puja

seroja mandi,terbasah-kan embun
menari nari di derap kaki pak tani
oh... sungguh indah nian
kusambuti-mu, pagi

18 Oktober 2009 jam 9:58

-sajak untuk nia-

Aku coba membuat sajak
sebagus mungkin,restu!
untuk penikmat sajak
meski tak kumengerti semua itu!

ini sajak untukmu
para penikmat kata
ku gubah di seribu rindu
yang tumbuh menunas dari cinta

sajak itu ilham?
hedak dicari kemana!
sajak yang ku tunggu,ilham?
ku tulis saja, sampai terlena

ketika telah mengena
aku kembali baca, sajak itu
ah, ini hanya ku buat biasa
mengapa sampai menderu?

seorang teman bertanya
siapa sajak itu?
susah payah kau memikirkan nya
jangan kau kembali tertipu!

tau jawabku?
sajak itu bapak ku
sajak itu rahim ibu
sajak itu nafasku

berlalulah sangka buta
sajak ini untuk Nia
yang menikmati meski tak suka,
mengucap cinta seusai membaca!

20 Oktober 2009 jam 11:00

-banyu biru-

Curai asamu digigir perigi
cipta banyu biru,basahi hati
pesan cita disilam, ranggung berkisai

nasehat bapak tlah ditugalkan
-perepat berbunga gasing-

bermainlah disajak lontara
ku asmai dikau, tembilang senja

masihkah tersaji di dulang,
ketam yang terpanggang lenggang.

mandilah di telaga sembilan
pasanglah bubuh dikalbu
banyu biru,basahi hati.

22 Oktober 2009 jam 8:48

-nine kepada nia-

Dinda..
kenapa kusebut namamu dinda,
karena kau suka panggil ku kanda

Nia..
aku lebih suka sebutmu Nine
tapi di sajak kusebut engkau Nia
lebih mengarti.

Dari panggilanmu, kanda
tercipta seribu bahasa
yang entah berkosa kata atau memperkosa!
menjadikan malam yang hening semakin hening,

kanda..
untuk apa kau ciptkan sajak itu?
untuk bahagiamu, kataku
dan Nia pasrah saja kau ku panggil Nine
katamu itu kejujuran saja, saja kejujuran
dan kau beri alasan, Nia lebih melebur dalam sajak.

ini kanda, Nia tak ku tulis Nine
engkau tersenyum, ciptakan seribu sajakku!

23 Oktober 2009 jam 13:31

-nia tak suka-

kanda..
Nia tak suka

seribu galau yang mencurai
jadi pungkah di tingkah
tidak pula rasa mencurah
sedekat mudah, simbah

Kanda..
Nia tak suka

senyum belah temberang
curi bertampan ditimang.

25 Oktober 2009 jam 17:32

-senja merah-

Senja merah itu kembali belaiku
menghadirkan gerimis yeng melukis wajahmu,dibias!
ah ah.. belaian yang panjang
hingga ku benar benar terlena dan musnah hati
helai demi helai rambut basahmu menyerapi hati
membisiki rindu yang dalam
hingga ku tak tahu sedalam apa nafas ini kuhela
terlalu dalam rindu ini

senja merah itu
yang usapi getir getir
perindu,kau harus rela ditiduri malam
yang akan menusuk nusuk diam
dengan matanya yang tajam

senja merah itu kembali membelaiku
mengajak-ku berdansa
kembali, kembali?

26 Oktober 2009 jam 7:38

-nyanyian pagi-

Aku bernyanyi di pagi buta
mencari minda yang membuatmu luka
ku cari di sudut sudut hampa
masih saja warna tak jingga

pagi yang buta
hanya bisa meraba raba
tubuhku telanjang sempurna
mengajak bercinta

tak sempat kau tolak pintaku
kita telah bersenggama, di rasa
tubuh dinginmu kujilati
aku terlena!

oh.. pagi yang buta
kau menindih ku di kenangan lama
nafasmu,hangat menyengat
gelitik kuduk, menjingkat

aku bernyanyi di pagi buta
mencari lena yang berlena
ku cari di sudut sudut hampa
warna mulai jingga, tak lagi bercinta di pagi buta!

Arjosari.2009

-hanya yang muda berjiwa muda-

Untuk?
Teman teman yang sudah muda
dan teman teman yang berjiwa muda


untuk yang kanak kanakan tak boleh ikut.
sebab warna merah telah pucat oleh manjamu
karena putih sudah lusuh karena tingkahmu

mari bersumpah.

"tak lagi kita lacurkan jiwa pemuda"

salam.. untuk penjiwa muda!


27 Oktober 2009 jam 17:19

-apel merah-

lelaki kecil
tubuh dekil,matanya tercungkil nanar
di balik batu taman rimba
menagis sedu!

apel merah ku..
apel merah ku..

ini apel merah asli
rasanya manis
harga mahal
tak sembarang orang bisa beli

sahabatnya memberi apel merah
sebuah.. binar di cekung mata
esok kau kerjakan tugas Matematik-ku ya?
si kecil cekung angguk tak perduli
hanya pandangi apel merah

di bawanya pulang
di timang timang bak sekepal sayang
mak.. aku pulang
mak.. apel merah
lihatlah.. semerah hati ku mak
perempuan renta menabah di resah
iya anak ku
dari mana kau curi?
tidak mak,kali ini ku tak mencuri
ini ku dapat dari bangsawan
simpanlah mak.. simpanlah!

mm.. apel merah ku
ku bawa kau kemimpi
ku tontonkan pada mimpi
ini apel merah
ku dapat dari bangsawan

pagi pagi lelaki kecil itu terbangun
mandi di kali hati
yang tak lagi hati karena terbiasa
setelah mandi ia merapih diri pakai dasi
berpamit emak dan tentu apel merah

apel merah jaga diri ya
aku hendak menuntut cerita

tak sarapan karena sakit perut jika sarapan
tak bersangu karena saku tak pernah ada

si perempuan tua yang merenta
pandangi si kecil mengecil di semak
melirik apel merah..
ah.. hati tergugah
seperti apa rasanya

si perempuan tua bermimpi,di sunyi
hatinya memakan apel merah itu
lama iya kunyah
selama lilitan ular diperutnya
dibandingkanya dengan rasa lapar
dibandingkanya dengan rasa hambar

di siang
si kecil dekil
putra tunggal emak yang terkasih
pulang dengan harap
apel merah sehat
apel merah tak hilang karena tlah di ikat di hatinya

apel merah ku
apel merah ku
mak, apel merah ku
lenyap,tiba tiba,senyap


lelaki kecil
tubuh dekil,matanya tercungkil nanar
di balik batu taman rimba
menagis sedu!

mak..
apel merah ku
apel merah ku..

28 Oktober 2009 jam 12:30

-gadis pelantun-

Senyummu yang menggetil lamun ku
semakin getil
dan ku gantungkan seribu cerita di helai rambutmu
bagaimana lapangmu di dada
tak bisa ku cabar
meraihnya semakin getir

silir asma asma
mengalir pelan di rima darah mu
mebatu di sendi hidup,bernafas
seramah sunyi

gadis pelantun
di subuh yang resah kau bingkis cerita
baluti katamu, nanar
rindu ku, pergilah demi penggamang


malang.2009

-rantau (rindu ibu)-

Sekali lagi aku datangi ibu, berbicara selayaknya, tentu dengan bahasa mantra kami yang tinggi, setinggi masalah mengapi. Kenapa selalu saja ibu menangis? tanyaku! Tidak ini bukan tangis, anakku, tapi ini riang! Manusia telah mencipta bahasa tangis itu air mata. Ibu ingin kau pergi mencari cerita, tapi Bu? Ikuti saja kata ibu, pergilah ke puncak itu!

Ada apa dipuncak itu, Ibu? Sudahlah pergi saja, kau akan tengok cermin di puncak itu,
cermin? Iya anakku, cermin, di mana tempat dunia berkaca, tempat penguasa menangisi diri, tempat para penyair membakar dupa dan tempat ayahmu membaca mantra. Baiklah, Ibu, ucapmu selalu dibaktiku!

Seketika angin mati diikat ibu: Hei! penguasa alam semesta, pencipta rencana, lindungilah anakku. Dan ibu pelan-pelan mencabut sehelai cinta dari ubun bulan, diselipkannya di kantung hatiku yang dalam. Simpan ini anakku, sebagai bekal alifmu, dan kelak jika kau rindu Ibu, usap hatimu, maka bulan akan bergetar, menutur padaku.

Pergilah!
Aku pergi, Ibu,
dengan tapakmu yang terpendar di dahiku.

Dari langkahku terjadi misteri menjejak - jangan kaucuri jejakku, aku hanya minta itu. Kelak ini untuk masa lalu. Pergilah ke puncak itu, dengan mantra sedendam! Ibuku kembali membayang, ah masih saja kau manjaku. Maaf Ibu, maaf Ibu, aku masih merindumu, Ibu.

Entah berapa kali waktu yang kuajak cumbu dalam ceritra ini, hingga diam-diam waktu ngidam dan memuntahkan kata-kata! Ah, ampuh bahasaku, hingga waktu selalu mengajakku bercumbu. Bercumbu denganku, bercumbu dengan rinduku, Ibu?

01 November 2009 jam 9:27

-hari ini untuk suatu ketika-

Bila ada jalan bermarka ego,menuju gelap
diam diam sunyi hunus belati
luka kembali tersayat benci
darah lama perciki janji putih (aku dan kamu)

akan..adakah senyum termanis kupandang
dan gerutumu yang kusudahi dengan kecupan

akan..adakah tangan ghaib yang menyentuh resah
dan hujani hati ku yang mulai gersang

mari..doakan di tingginya cinta dan cita

jangan biarkan sunyi hunus belati
sayatan benci kita obati

kereta bahagialah penjemput kita.



sbr.Kalong 04 November 2009 jam 12:12

-entah, apakah aku penyair-

Dinda..
ah..jangan dinda ya
terlalu belit, takut tak konsisten sama tulisan.
Nia saja, biar konsisten.
tapi jangan sedih..
Dinda itu diucap hati, yang mengecap bila malam telah bermain.

Nia..
aku sebutmu belahan jiwa
dan rasa syukurmu mengucur deras dari cakra wisnu
membunuh setiap dentum curigaku
di sunyiku itu, terbang kata kata cinta bersayap,padamu!
aku ingin kau bahagia.

Nia..
setiap aku menulis, entah sajak atau puisi
kau selalau bersyukur,tersenyum,dan bilang cinta
padahal kau tau, Nia sayang...
aku tak pandai dengan itu
aku tak paham akan itu

Nia..
ini ucapmu
"terima kasih sayang.., alhamdulillah,lovyu!"
dan di setiap katamu itu, rasaku morat marit di untal waktu
sungguh aku mencintaimu.

melati kurajut dengan cinta
akan dan telah kukalungkan,
di tatapmu
wajahku kemalumaluan,namaku kau sebut
kembali ku terlena disenyum simpulmu

Nia..
setelah aku tulis itu
hadir senyum mu yang tulus
dan ketika kau ucap cinta usai membaca
izinkan aku bertanya,
apakah aku penyair?


malang.2009

-ziarah-

Dari perjalanan menuju makam
aku menghitung dedaunan menguning,
dan runtuh terhempas pelan takdir angin
kini aku tau
betapa harus aku menjadi satu dengan rindu
yang aku tulis melingkar di raga kembalimu
sepulang..
kembang cempaka yang kuselip diketiak daun kuping
menghadirkan aroma tanah merah yang menanah
kenagan itu seperti epitaf yang tertoreh resah dihati,

"SEMOGA KAU TENANG"




untuk kakek tersayang/2009

-aksi mata-

Menunggu matamu sampai di mataku
seperti asmara yang telah diasapi sepi
setiap detak, lahirlah gairah yang entah

telah sampai langkah, sejengkal
di matamu ada aku
mmm... aku dalam matamu
menjingkrakkan tarian aneh
kau bak balerina dalam mataku

semakin mata kita beradu
bergulat gulat
semakin pula bising rindu berebutan keluar

ah.. setetes perih telah ku seka
kau berkeringat sayang..!
aku berkeringat dari keringatmu,
kau jawab letih

sudahlah..
lipat saja mataku dan matamu
kapan kapan kita adu lagi.


malang.2009

-kucuri air mata bulan-

Kucuri airmata bulan
setelah rindu kuhujam pelan,
dengan sembilu sepi

warnanya memucat di pasihati
aku diam berteriak

kucuri airmata bulan
setelah waktu mengirim waktu,
dengan seribu getir

tetesannya mendanau di lautan
aku diam menepi

maafkan aku rindu
maafkan aku sepi
telah tiduri getir


teruntuk bidadariku yang begitu kucintai



Malang-Bondowoso.2009